Presiden Kembar: Gus Dur Akan Dipaksa Keluar Istana
Berita

Presiden Kembar: Gus Dur Akan Dipaksa Keluar Istana

Skenario "presiden kembar" mencuat belakangan ini. Namun dengan Tap MPR yang memberhentikan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan mengangkat Megawati, tampaknya hanya akan ada satu presiden, yaitu Megawati. Masalahnya, Gus Dur dan pendukungnya bersikeras menganggap Gus Dur tetap presiden dan tidak rela meninggalkan istana.

Oleh:
Tim SI/APr
Bacaan 2 Menit

Selain itu, Hasnan mengingatkan bahwa tanggal 17 Agustus adalah hari besar bagi bangsa Indonesia. Biasanya upacara selalu diadakan di istana. Jika Mega ingin mentolerir, perlu juga diperhitungkan waktu yang akan digunakan untuk persiapan acara upacara yang biasa berjalan di Istana Negara setiap tanggal 17 Agustus.

Jika pada batas waktu toleransi yang diberikan oleh Presiden Megawati, Gus Dur tidak mau juga meninggalkan istana, Mega tentunya dapat mengambil tindakan yang lebih tegas lagi agar mantan Presiden Gus Dur keluar dari istana. "Tindakan tegas itu harus dilakukan oleh Polri. Di sinilah ujian pertama bagi Polri," kata Hasnan.

Karena seperti diketahui, pendukung Gus Dur tentunya tidak akan tinggal diam kalau Presiden Megawati sampai mengambil tindakan tegas yang akan dilakukan oleh  Polri.

Dalam pelaksanaan tindakan tegas terhadap pengeluaran mantan presiden Gus Dur dan keluarganya dari Istana, kemungkinan terjadi bentrok antara pendukung Gus Dur dengan Polri yang harus menjalankan tugasnya, sangatlah besar. "Kalau mereka menghalangi pelaksanaan pengeluaran mantan presiden Gusdur, hal itu harus tetap dicegah oleh polisi," tegas Hasnan

Riots control

Menurut Hasnan ada beberapa sarana yang dapat dilakukan untuk menceraiberaikan massa. Seperti misalnya saja, menggunakan pompa air atau gas air mata selagi mantan presiden Gus Dur dan keluarganya dikeluarkan dari istana. Namun, Hasnan mengingatkan bahwa pola kontrol yang seperti itu, yang biasa disebut dengan riots control, agak berbahaya.

"Asal jangan sampai terjadi kecelakaan-kecelakaan yang tidak perlu. Dan itu ada cara-caranya, misalnya saja dengan riots control. Walaupun riots control itu bisa berbahaya, bisa anarki itu jadinya," jelas Hasnan.

Kejadian ini mirip dengan kejadian di Philiphina ketika Estrada masih merasa sebagai presiden dan menolak keluar dari istana. Padahal pada saat itu supreme court telah melantik Macapagal Arroyo sebagai presiden.

Namun akhirnya, Estrada memilih keluar dari istana Malacanang  secara "sukarela" setelah terjadi gelombang demonstrasi anti "Erap" secara besar-besaran di depan istana. Memang dari pada diusir secara terpaksa, lebih baik mundur secara sukarela tanpa harus ada korban.

 

Tags: