Program Platform Parpol Dinilai Belum Detail
Utama

Program Platform Parpol Dinilai Belum Detail

Apa yang akan dilakukan parpol, “what to do-nya” jelas termasuk penegakan hukum. Cuma, “how to do-nya” itu yang tidak dijelaskan secara gamblang.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh INSTITUT DEMOKRASI bertema
Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh INSTITUT DEMOKRASI bertema "Evaluasi Agenda Partai Politik Dalam Pemilu 2014 (Bidang Politik, Hukum dan HAM)", di Jakarta, Selasa (1/4). Foto: RES
Program partai politik (Parpol) dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 menyebut berbagai hal, mulai penegakan hak asasi manusia, penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan lainnya. Namun, hal itu dinilai masih dalam tataran normatif dan tidak gamblang sebagaimana implementasi di lapangan. Pasalnya, upaya implementasi program partai menjadi pengikat antara Calon Legislatif (Caleg) dengan pemilih di dapil masing-masing.

Demikian disampaikan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Indria Samego, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/4). Menurutnya, semua parpol peserta Pemilu 2014 memberikan segudang janji manis. Bahkan, hampir semua partai berjanji jika terpilih menjadi pemenang pemilu akan melakukan semua program platform partai.

“Apa yang akan dilakukan what to do-nya jelas termasuk penegakan hukum. Cuma, how to do-nya itu yang tidak dijelaskan secara gamblang,” ujarnya.

Dikatakan Prof Indria, selama ini hubungan konstituen dengan parpol dinilai gagal. Pasalnya, parpol hanya menginginkan dukungan suara pemilih. Padahal seharusnya parpol memiliki tanggungjawab memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Berbeda halnya dengan yang terjadi saat ini, seolah semua diharapkan terjadi instan tanpa ada proses panjang.

“Bagaimana cara, itu sesuatu yang harus bisa diukur. Tapi kalau masih tataran normatif melambung itu janji politisi. Di kita yang ada instan, sehingga muncul transaksional dan money politik yang menyatakan hubungan antara pemilih dan yang dipilih. Sama sekali tidak ada pendidikan politik, yang ada transaksional,” katanya.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Mudhofir, menambahkan program parpol tidak ada yang menyebutkan memperjuangkan buruh. Maka dari itu, perwakilan buruh harus ada yang menjadi anggota dewan di parlemen. Setidaknya, perjuangan buruh tidak saja di jalan dengan aksi demo, tetapi melakukan proses legislasi di parlemen.

Mudhofir berpendapat serikat buruh harus membuat platform. Maka itu, semua sarikat buruh akan mendukung caleg yang notabene aktivis buruh dan aktivis pejuang hak asasi manusia. Pasalnya, selama ini keberadaan serikat pekerja acapkali diberangus oleh pihak perusahaan. Malahan, pengurus serikat buruh kerap dilakukan pemutusan hubungan kerja.

Nah sayangnya, dalam perhelatan akbar pesta demokrasi kali ini, parpol peserta pemilu tidak menunjukan perjuangan terhadap hak buruh. Meski tidak adanya platform parpol yang gamblang, buruh harus menjadi bagian penentu keberlangsungan bangsa lima tahun ke depan.

“Buruh tidak boleh menjadi penonton, tapi harus jadi pelaku untuk menentukan bangsa lima tahun ke depan. KSBSI tidak akan mendukung partai yang terlibat pelanggaran HAM, dan juga bagian dari Orba. Tetapi capres yang ada keberpihakan pada kaum buruh,” ujarnya.

Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengamini pandangan Indria dan Mudhofir. Menurutnya, masyarakat belum menemukan konfigurasi politik yang menarik dalam kampanye parpol. Berbeda dengan Inggris dan Jerman misalnya, parpol di kedua negara itu cenderung konkrit dalam menentukan program plaform partai.
Sebaliknya, jika tak mampu mengimplementasikan janji dan program parpol, dipastikan pada pemilu berikutnya akan berkurang pemilihnya. “Di Indonesia masih rendah kesadaran politiknya,” katanya.

Lebih jauh, pria yang biasa disapa Al itu menyoroti program parpol dari sisi penegakan hukum dan HAM. Menurutnya, dari sejumlah parpol peserta pemilu tidak ada yang secara tegas mendukung penegakan HAM dan pembentukan peradilan HAM bagi pelaku kejahatan HAM berat.

Dalam peralihan era orde baru ke era reformasi, banyak aktivis yang hilang diculik oleh rezim kala itu. Namun hingga kini keberadaan aktivis pejuang ham tak diketahui rimbanya. Maka itu, dalam Pemilu 2014 isu HAM seharusnya menjadi sorotan bagi parpol.

“Isu HAM menjadi fundamental, sayangnya parpol tidak gamblang soal pembentukan pengadilan HAM. Kalau ada parpol yang menolak HAM sebagai platform, mereka tidak mengerti isu HAM. Padahal isu HAM menjadi bagian penting untuk Pemilu ke depan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait