Prolegnas Prioritas 2015, DPR Fokus Revisi UU Pro Asing
Utama

Prolegnas Prioritas 2015, DPR Fokus Revisi UU Pro Asing

Dalam Prolegnas prioritas 2015 lebih mengedepankan pada RUU di bidang ekonomi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Badan Legislasi (Baleg) telah menyisir sejumlah UU yang akan direvisi, khususnya UU di bidang ekonomi yang cederung berpihak pro asing. Misalnya, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“Padahal dalam UUD itu Sumber Daya Alam dikuasai dan dikelola oleh rakyat, bukan asing. Jadi ini harus dibenahi,” ujar Wakil Ketua Baleg, Firman Subagyo di Gedung DPR, Rabu (11/2).

Firman tak menampik dalam Prolegnas prioritas 2015 lebih mengedepankan pada RUU di bidang ekonomi. Terlebih, Indonesia dihadapkan pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dalam daftar Prolegnas prioritas 2015, UU Migas berada pada urutan 24. Sedangkan UU Minerba berada pada urutan 25. Menurutnya, muatan materi dalam kedua UU tersebut semestinya berpihak pada kepentingan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.

Anggota Komisi IV itu mengatakan, sektor migas dan tambang penting diperhatikan karena kekayaan alam Indonesia melimpah ruah. Sayangnya, regulasi yang dimiliki belum mampu melindungi sumber daya alam tersebut. Alhasil, keuangan negara dari sektor migas dan tambang acapkali bobol akibat kerjasama dengan pihak asing.

Dalam kerjasama pemerintah dengan Freeport, misalnya. Hasil kekayaan tanah Papua yang diterima rakyat Papua sangat minim. Dikatakan Firman, mineral tambang dan batubara kerap diekspolitasi perusahaan asing untuk kemudian diekspor dalam bentuk bahan mentah ke luar negeri.

“Nilai tambahnya di luar negeri. Nah, ini komitmen DPR untuk merevisi dan kita akan atur rinci,” ujarnya.

Selain kedua RUU itu, DPR akan merevisi UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Prolegnas prioritas 2015, UU Perbankan berada pada nomor urut 32. Dikatakan Firman, perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat, namun mengacu pada peraturan Bank Indonesia. Menurutnya, tak adanya lembaga penjamin, bukan tidak mungkin dana tersebut digunakan oleh perusahaan asing dengan memberikan jaminan pinjaman.

“Oleh karena penguasaan saham harus kita batasi. Oleh karena itu setelah mendengar pendapat dari pemerintah, kita bersemangat untuk merevisi,” ujarnya.

Anggota Komite IV DPD Ayi Hambali menambahkan, peguasaan kepemilikan saham asing di Indonesia sudah sangat mendominasi. Menurutnya, penguasaan dana asing mencapai 30 persen. Ironisnya, penguasaan kepemilikan saham di perbankan sudah masuk dalam tahap infrastruktur.

“Itu kan nadi ekonomi kita dan membahayakan kita sebagai kemandirian sebagai negara. Sekarang asig membeli saham bank-bank kita, kan cabangnya sudah di mana-mana. Mereka membeli bank itu membeli infrastruktur sebenarnya,” ujarnya.

Ia mengamini Prolegnas Prioritas 2015 DPR yang akan merevisi sejumlah UU yang dinilai pro asing. Menurutnya, sektor pertambangan dan migas sudah dikuasai asing. Pemerintah tak dapat berbuat banyak akibat regulasi yang mengatur dua sektor ini.

“(Sektor) Gas dan tambang sudah banyak dikuasai asing,” imbuhnya.

Senator asal Jawa Barat itu berpandangan dari segi teknis, Indonesia memiliki banyak kemampuan di bidang sumber daya alam. Hanya saja di bidang keuangan, Indonesia memiliki keterbatasan. Menurutnya, dalam berbagai pertemuan dengan kementerian dan lembaga negara terkait, DPD mendorong agar pemerintah membuat kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.

Koordinator Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, berpandangan DPR mesti ketat agar tak mucul RUU yang muncul belakangan. Masyarakat tentu bakal menduga RUU yang muncul belakangan merupakan titipan asing. Dia mempertanyakan, jika DPR menuding sebuah UU pro asing, bukankah pihak yang membuat dan membahas adalah DPR.

“Kalau DPR berkali-kali bicara soal ini (UU titipan asing, red), pertayaannya siapa yang bahas UU?. Karena lucu, DPR punya otoritas mereka juga yang katakan ini titipan asing,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait