PTUN Dengarkan Keterangan Ahli Tergugat Reklamasi
Berita

PTUN Dengarkan Keterangan Ahli Tergugat Reklamasi

Ahli menilai pengembang dan Pemprov DKI kurang cermat dalam mensosialisasikan proyek reklamasi sehingga menjadi polemik di masyarakat.

ANT
Bacaan 2 Menit
Proyek reklamasi Teluk Jakarta. Foto: RES
Proyek reklamasi Teluk Jakarta. Foto: RES
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menggelar sidang gugatan pulau reklamasi Teluk Jakarta dengan agenda mendengarkan pernyataan ahli dari pihak tergugat intervensi Agung Podomoro Land (APL) di PTUN Jakarta, Kamis (21/4).

Peneliti di Pusat Studi Lingkungan Hidup ITB Hesti D. Nawangsidi yang ditunjuk sebagai ahli oleh Pemprov DKI untuk kasus proyek reklamasi pulau G mengatakan, reklamasi terus menuai polemik karena pengembang dan Pemprov DKI kurang cermat dalam mensosialisasikannya.

"Ketidakcermatan pihak pengembang dan Pemerintah DKI Jakarta dalam mensosialisasikan dampak yang ditimbulkan dari proyek reklamasi ini bagi saya menjadi biang memunculkan polemik," kata Hesti di Gedung PTUN Jakarta dalam persidangan.

Dalam proses reklamasi, kata Hesti, pemerintah wajib melakukan sosialisasi dan konsultasi publik dengan pihak nelayan yang terkena dampak dari proyek reklamasi itu dan hasilnya harus dimuat dalam dokumen amdal dan berita acara.

Hesti mengatakan seharusnya dalam proses sosialisasi dan kunsultasi publik itu, masyarakat harus dilibatkan dengan menghadirkan perwakilan masyarakat yang ditunjuk oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri.

"Jika masyarakat tidak dilibatkan, maka bisa saja dokumen Amdal dianggap tidak sah karena tidak memuat pertimbangan masyarakat," ujar Hesti.

Hesti menilai proses yang dilakukan pihak pengembang saat mereklamasi pantai Teluk Jakarta sudah sesuai dengan aturan, namun dia tak menampik jika di lapangan terjadi kesulitan sehingga memunculkan kontraversi di kalangan masyarakat.

"Polemik soal reklamasi seharusnya tidak terjadi seperti ini kalau semua dilakukan sesuai aturan dan sebelum reklamasi itu ada aturan yang harus dipenuhi seperti memiliki detail 'engeneering' design, melakukan studi hidrodinamika, studi perubahan iklim, potensi banjir yang dikemudian diuji oleh tim independen kemudian dilakukan evaluasi jika disepakati baru diterbitkan izin reklamasi," tutur Hesti.

Pemerintah, kata Hesti, juga harus aktif memantau perkembangan dan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat proyek tersebut serta tidak boleh gegabah sama sekali karena reklamasi merupakan pekerjaan yang sangat berisiko.

"Jika reklamasi tidak baik maka pengembang dan Pemprov akan rugi sendiri. Jika terjadi sesuatu yang harus mengawasi adalah Pemprov DKI Jakarta karena mereka yang beri izin," ucap Hesti.

Lebih lanjut, dia menuturkan dalam pembahasan khusus Amdal pulau G dan F sudah dicantumkan bahwa jarak antara dua pulau tidak bisa dikurang dari 300 meter. Hal itu menimbang akses dan memestikan jalur pelayaran bagi nelayan tidak terganggu.

"Jadi itu harusnya lewat kapal, dan jika ada sedimentasi seperti yang diberitakan pemerintah daerah dan pihak pengembang harus melakukan pengerukan," tutur dia.

Sementara itu, Kuasa hukum penggugat Muhammad Isnur dalam persidangan itu mengajukan keberatan terhadap ahli yang diajukan pihak tergugat. Dia menilai Hesti yang pernah menjadi tenaga ahli dalam penyusunan Amdal oleh Agung Podomoro Land (APL), dan tenaga ahli saat menyusun Perda soal rekalamasi sehingga kesaksiannya sebagai ahli tidak akan netral.

"Ahli itu kan pernah bekerja di PT APL untuk proyek reklamasi ini, jadi kami rasa tidak akan netral dan tidak bisa jadi acuan untuk jadi pertimbangan hakim," kata pengacara dari LBH Jakarta ini.

Tags:

Berita Terkait