Putri Bung Karno Persoalkan TAP MPR ke MK
Berita

Putri Bung Karno Persoalkan TAP MPR ke MK

Isi Tap MPR tersebut dianggap menyudutkan Sukarno.

ASH
Bacaan 2 Menit
Putri Bung Karno Persoalkan TAP MPR ke MK
Hukumonline

Putri dari Mantan Presiden Soekarno memohon pengujian keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawarah Rakyat (TAP-MPR) Nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali  Materi dan Status Hukum TAP MPR Tahun 1960 sampai 2002. Secara tidak langsung TAP-MPR tersebut menyebut Bung Karno sebagai pengkhianat bangsa.

“Orang yang dicap pengkhianat bangsa justru dikasih gelar pahlawan, dua kali. Saya ingin tahu kenapa seorang pengkhianat bisa diberikan gelar pahlawan nasional,” protes Rachmawati usai mengikuti persidangan di Gedung MK, Senin (25/3).

Rachmawati mengatakan sangkaan terhadap Presiden Soekarno sebagai pengkhianat bangsa telah memberikan dampak yang buruk secara hukum dan politik bagi keluarganya. Tak hanya itu, tekanan politik dalam bentuk teror, intimidasi, dan perampasan hak sering kali terjadi ketika melakukan kegiatan.

“Contohnya ketika pemohon (Rachmawati) berkeinginan mendapatkan pendidikan formal, ada upaya dari pihak-pihak tertentu menghalangi dengan tudingan anak komunis,” sambung kuasa hukum Rachmawati, Bambang Suroso.

Dia mengungkapkan dalam sidang istimewa MPRS Tahun 1967, Presiden Soekarno disebut-sebut telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G 30 S/PKI. Sedangkan dalam Pasal 6 TAP-MPR Nomor 1/MPR/2003 itu, ada frasa “baik karena bersifat einmalig (final)” dan “maupun telah selesai dilaksanakan”.

Hal ini berarti keberadaan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno bertentangan dengan UUD 1945. Pasalnya, keberadaan TAP MPRS itu tidak bisa dicabut.        

Pemohon melihat pemerintah sama sekali tidak memiliki moral dalam menetapkan Presiden Soekarno sebagai pahlawan. Akan tetapi, disisi lain dianggap sebagai pengkhianat. “Saya tidak tahu ada agenda pragmatis apa, hingga pemerintah mempermainkan TAP MPRS ini,” kata Bambang.

Rachmawati sendiri mengaku sejak zaman orde baru telah mengusahakan untuk mencabut TAP MPRS itu. Namun, upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil. “Saya merasa seperti dibohongi. Saat saya menjabat sebagai wantimpres, tak satupun pejabat dan presiden yang berniat untuk meninjau kembali TAP MPR No. 1/2003 itu,” lanjut Rachmawati sambil terisak.

Karena itu, dirinya meminta MK untuk  menyatakan  frasa “baik karena bersifat final” dan “maupun telah selesai dilaksanakan” dalam Pasal 6 TAP-MPR Nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali  Materi dan Status Hukum TAP MPR Tahun 1960 sampai 2002 bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu dimaksudkan agar keberadaan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 bisa dicabut. 

Tags: