Quo Vadis Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi dan Perlindungan Konsumen
Kolom

Quo Vadis Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi dan Perlindungan Konsumen

Berkaca dari kasus yang menimpa AJB Bumiputera 1912.

Bacaan 7 Menit

Solusi yang Pernah Ditawarkan

Mengenai permasalahan kekinian AJBB 1912 sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berbagai upaya sudah dilakukan oleh AJBB 1912 untuk menyelamatkan perusahaannya. Upaya yang pernah dilakukan antara lain seperti bailout pemerintah, tetapi upaya bailout pemerintah ini tidak bisa diterapkan karena dianggap bertentangan dengan undang-undang.

Upaya yang kedua yaitu backdoorlisting yang merupakan pembelian saham perusahaan Tbk oleh perusahaan non Tbk. Pada konteks demikian, Bumiputera melakukan penjualan Bumiputera 1912 kepada PT Pacific Multi Industri (PMI) yang merupakan anak usaha dari GREN. Sehingga perjanjian utang AJB Bumiputera kepada anak usaha Bumiputera 1912 beralih ke PMI. Setelah itu, GREN mengajukan pernyataan efektif ke OJK untuk melakukan penerbitan saham baru melalui skema right issue dengan target dana perolehan sekitar Rp30 triliun untuk membayar kesepakatan utang itu. Rencananya right issue akan ditinggalkan dulu dan kemungkinan akan dilaksanakan nanti setelah melihat penguatan AJB terlebih dahulu. Maka dari itu upaya ini dinilai kurang efektif dan akhirnya tidak bertahan lama.

Upaya selanjutnya yaitu mengadakan konsorsium antara AJB Bumiputera dengan Erick Thohir. Upaya yang dilakukan Erick Thohir untuk menyelamatkan AJB Bumiputera yaitu dengan cara melakukan penyuntikan dana sebesar Rp2 triliun kepada AJB Bumiputera. Diharapkan dengan suntikan dana tersebut, dapat membantu induk usaha AJB Bumiputera untuk memenuhi kewajibannya membayar klaim yang jatuh tempo pada 2017 lalu. Selain itu, dengan skema suntikan dana tersebut, AJBB 1912 dapat menunda rencana right issue (penjualan saham terbatas) yang akan dilakukan GREN sebesar Rp10,32 triliun.

Gagasan Perlindungan Konsumen Melalui Penyehatan AJBB 1912

Sebagaimana diketahui, AJBB 1912 telah lama berdiri sebagai perusahaan asuransi milik bersama satu satunya di Indonesia yang mengalami sepak terjang panjang selama perusahaan tersebut berdiri. Permasalahan perusahaan AJB Bumiputera semakin lama menjadi semakin kompleks. Pada 1999 program RBC (Risk Based Company) menunjukkan adanya bibit keruntuhan dari AJBB 1912. Masalah semakin memuncak ketika total kewajiban yang harus dibayarkan mencapai Rp29,38 triliun per 2020 (Irvan Rahardjo, 2020).

Selama ini telah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut tetapi solusi yang pernah ditawarkan menemui jalan buntu dikarenakan tidak ada sinkronisasi antara bentuk perusahaan dengan solusi tersebut. Bentuk AJB Bumiputera yang mutual menjadi penghambat untuk merealisasikannya. Demutualisasi diperlukan untuk mengubah bentuk AJB Bumiputera menjadi bentuk PT sehingga penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan penyuntikan dana kepada Bumiputera. Demutualisasi pada intinya merupakan pemisahan antara kepemilikan dan keanggotaan suatu usaha. Struktur kepemilikan AJB Bumiputera yang awalnya berada pada tangan para pemegang polis atau dapat dikatakan milik bersama dengan adanya demutualisasi ini menjadi milik orang perseorangan yang memiliki saham atas perusahaan tersebut.

Dengan adanya demutualisasi maka dapat membuka jalan untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan AJB Bumiputera sehingga dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan kewajiban yang tertunda. Pada dasarnya proses demutualisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan musyawarah anggota luar biasa dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019 Tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Namun, dengan dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 32/PUU-XVII/2020 tanggal 14 Januari 2021 yang berimplikasi pada penghapusan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019, proses melalui Peraturan Pemerintah menjadi buntu dan pemerintah tidak dapat campur tangan dalam proses ini.

Oleh karenanya, untuk mengembalikan kejayaan AJBB 1912, langkah demutualisasi hingga pengakuisisian oleh pihak ketiga harus didukung sepenuhnya oleh sumber daya manusia terkait, yakni Dewan Komisaris AJB Bumiputera, OJK, perusahaan pihak ketiga selaku akuisator, para pemegang polis atau yang mewakilkan, dan 5 orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Dewan Komisaris AJB Bumiputera berperan dalam penandatanganan kontrak dengan perusahaan pihak ketiga dalam pengakuisisian. OJK berperan sebagai badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan perekonomian juga memiliki peran yang besar untuk menjamin terlaksananya demutualisasi hingga pengakuisisian perusahaan. Para pemegang polis atau yang mewakilkan dalam hal ini berperan besar karena keputusan berada di tangannya dalam persetujuan demutualisasi melalui musyawarah anggota luar biasa. Selain itu, 5 orang yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing misalnya seperti ahli hukum, ahli perusahaan, ahli akuntansi, ahli ekonomi, dan juru bicara ini berperan untuk menyampaikan progres mengenai perkembangan demutualisasi kepada para pemegang polis.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait