Quo Vadis Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi dan Perlindungan Konsumen
Kolom

Quo Vadis Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi dan Perlindungan Konsumen

Berkaca dari kasus yang menimpa AJB Bumiputera 1912.

Bacaan 7 Menit

Perlu dipahami bahwa proses demutualisasi memerlukan waktu yang cukup lama dikarenakan sebelum sampai pada tahap demutualisasi terlebih dahulu perlu diadakan Musyawarah Anggota Luar Biasa untuk mengambil keputusan final mengenai penyetujuan demutualisasi ini. Musyawarah Anggota Luar biasa, akan sulit dilakukan karena data pada 2019 terdapat 3,18 juta nasabah. Dengan banyaknya anggota tersebut tidak memungkinkan untuk berkumpul di suatu tempat dan mengadakan pertemuan. Maka dari itu dibutuhkan perwakilan tiap daerah untuk menghadiri Musyawarah Anggota Luar Biasa. Namun, karena dengan adanya pandemi Covid-19 dan dampak ikutannya, maka Musyawarah Anggota Luar biasa bisa dilakukan secara online via whatsapp, google meet, atau zoom. Di dalam musyawarah anggota luar biasa tersebut, diharapkan bisa mencapai kesepakatan untuk mengubah perusahaan berbadan mutual menjadi PT melalui proses demutualisasi. Apabila Musyawarah Anggota telah selesai dilakukan dan kesepakatan antara Komisaris dan nasabah untuk mengubah AJBB Bumiputera menjadi PT maka langkah selanjutnya adalah mencari perusahaan atau investor yang mampu untuk membayar seluruh kewajiban AJB Bumiputera senilai Rp30 triliun. Karena jumlah kewajiban yang sangat besar maka hanya perusahaan tertentu yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Multinational Corporation (MNC).

Walaupun AJB Bumiputera terlilit hutang, AJB Bumiputera sebenarnya memiliki banyak asset seperti kantor cabang yang berjumlah lebih dari 400 di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, nasabah yang tersebar di seluruh Indonesia juga merupakan jaringan relasi yang sangat menguntungkan apabila dimanfaatkan dengan tepat oleh perusahaan yang akan membeli AJB Bumiputera. Hal itu dapat menjadi keuntungan tersendiri yang diterima oleh perusahaan pengakuisisi. Dapat diambil contoh perusahaan pengakuisisi ternama antara lain Samsung Electronics, Apple, Google, yang akan diuntungkan dengan asset yang dimiliki oleh AJB Bumiputera secara tidak langsung karena dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pemasaran. Apabila salah satu dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Multinational Corporation (MNC) setuju untuk memberikan penyuntikan dana sebesar Rp30 triliun. Dana tersebut diberikan secara berkala, maka di sinilah peran OJK untuk mengawasi jalannya dana tersebut dan AJB Bumiputera akan menjadi PT sesuai dengan MoU yang dilakukan.

Penutup

Problematika yang dialami oleh AJBB 1912 telah memakan banyak korban tidak terkecuali di dalamnya masyarakat yang kurang beruntung. Berdasarkan hal tersebut demutualisasi AJBB 1912 menjadi sangat penting untuk dilakukan guna mengatasi permasalahan yang ada. Pada kondisi demikian, diharapkan klaim yang seharusnya diterima oleh para pemegang polis dan para nasabah dapat terbayarkan dengan tuntas sebagai bentuk perlindungan konsumen yang memadai. Selain itu demutualisasi ini diharapkan menjadi arah yang dituju (quo vadis) yang mampu membentuk AJBB 1912 menjadi sebuah perusahaan asuransi yang memiliki tata kelola yang lebih baik dan dapat mengikuti perkembangan zaman karena bentuknya yang tidak lagi sebagai perusahaan mutual atau usaha bersama melainkan menjadi PT.

Adapun mengenai teknik implementasi quo vadis penyehatan AJBB 1912 yaitu dimulai dengan Musyawarah Anggota Luar Biasa untuk mengambil kesepakatan mengenai demutualisasi yang kemudian dapat mengubah bentuk AJB Bumiputera menjadi sebuah PT. Selanjutnya untuk melunasi seluruh kewajiban terutang diperlukan pengakuisisian oleh pihak ketiga dengan membayar senilai Rp30 triliun sesuai dengan seluruh kewajiban yang dimiliki AJB Bumiputera. BUMN dan Multinational Corporation (MNC) yang memiliki kapabilitas untuk menanggung seluruh kewajiban dari AJB Bumiputera. Pada tahap pengakuisisian dapat dilakukan secara bertahap dengan terlebih dahulu membayarkan Down Payment (DP) senilai minimal 10 triliun rupiah untuk membayarkan seluruh klaim terutang dari 2018 sampai 2020. Dengan teknik seperti ini proses awal hingga akhir akan memakan waktu yang cukup lama atau dapat diperkirakan sekitar 5 tahun.

Pada kulminasi inilah diproyeksikan perlindungan konsumen dapat diwujudkan melalui pemulihan citra baik perusahaan, mengembalikan kepercayaan nasabah terhadap AJBB 1912. Jumlah nasabah AJBB 1912 yang sangat banyak yang notabene para anggotanya merupakan WNI dapat diartikan bahwa penyelamatan AJBB 1912 selain perlu segera direalisasikan mengingat tidak sedikit pula dana yang dikeluarkan oleh para nasabah. Langkah demikian merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan, sekaligus wujud perlindungan konsumen, khususnya pemegang polis AJBB 1912. Sehingga klaim para nasabah dapat dikembalikan dan hak para pemegang polis dapat terbayarkan. Bagi internal perusahaan, skema yang disusun dapat menjadi batu loncatan untuk kembali berkecimpung sebagai perusahaan asuransi yang memiliki tatanan yang lebih baik dan memiliki payung hukum yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

*)Shalih Mangara Sitompul adalah Wakil Ketua Umum DPN PERADI Bidang PKPA, Sertifikasi dan Kerjasama Universitas.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait