Ranty Astari Rachman: Fokus pada Tujuan, Optimalkan Peran sebagai Ibu Bekerja
Terbaru

Ranty Astari Rachman: Fokus pada Tujuan, Optimalkan Peran sebagai Ibu Bekerja

Menyadari tanggung jawab sebagai ibu bagi anaknya, istri untuk suaminya, serta hamba dari Tuhan, Ranty memahami selalu ada pengorbanan yang perlu dilakukan. Ia berpesan kepada para ibu bekerja untuk merencanakan dengan baik tujuan-tujuan yang hendak diraih dalam kariernya.

Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Group Head of Corporate Secretary PT XL Axiata Tbk Ranty Astari Rachman. Foto: Istimewa
Group Head of Corporate Secretary PT XL Axiata Tbk Ranty Astari Rachman. Foto: Istimewa

Alih-alih mengejar kesempurnaan, Group Head of Corporate Secretary PT XL Axiata Tbk Ranty Astari Rachman meyakini yang terpenting menjalankan peran sebagai ibu bekerja adalah memberi kontribusi yang optimal. Untuk itu, baginya penting untuk memastikan segala sesuatu yang ia kerjakan harus memiliki tujuan yang strategis dan dijalani dengan penuh fokus.

Selama lebih kurang 20 tahun bekerja, Ranty mengakui banyak pengorbanan yang telah dilakukan untuk menjalani peran sebagai ibu sekaligus karyawan perusahaan. Berupaya dalam kondisi yang mendekati keseimbangan, Ranty berpandangan perlu pertimbangan matang dan komunikasi serta kerja sama yang baik dengan pasangan sebelum memutuskan langkah dalam berkarier.

Ia mengenang dalam perjalanannya sebagai seorang ibu, pernah memutuskan untuk rehat dari aktivitas pekerjaan sebagai karyawan dan menekuni usaha online shop di tengah fokusnya mengasuh anak. Ketika kondisi mengharuskan untuk kembali bekerja, Ranty mendapat dukungan dari pasangan serta orang tuanya. Ia menyadari tanggung jawab sebagai ibu bagi anaknya, istri untuk suaminya, anak dari orang tuanya, serta hamba dari Tuhannya membuat hubungan dengan mereka semua harus senantiasa terjalin baik.

Bagi Ranty, mengasuh kedua anaknya, nilai-nilai agama paling utama untuk keluarga. Terlebih di usia dini, anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai agama dan diajarkan untuk rajin beribadah serta menampilkan akhlak yang baik. Sehingga anak-anak akan tumbuh dengan menghormati orang tuanya serta orang-orang lain yang ditemui.

Ia juga menekankan pentingnya bagi orang tua untuk walk the talk karena anak akan meniru teladan dari orang tua. Ranty mengusahakan ikut rutin mengaji dan saling mengingatkan dengan suami untuk menjadi orang tua yang dapat diteladani oleh anak-anak mereka. Menghadapi lingkungan pergaulan anak-anak di era kini, mereka meyakini moralitas agama menjadi bekal yang krusial. 

Hukumonline.com

Ranty Astari Rachman (tengah) saat santai dan bercengkerama dengan kedua anaknya. 

Ranty berupaya memberi waktu mengantar-jemput sekolah, hadir di momen-momen spesial anak dan berlibur bersama menjadi momen yang dioptimalkan untuk memiliki quality time bersama anak-anaknya. Dengan kesibukannya saat ini berkuliah S2 selain mengemban tanggung jawab di perusahaan terkemuka, Ranty selalu menyempatkan memasak makanan untuk keluarga serta berolahraga bersama di akhir pekan.

Setiap jeda dalam rutinitas yang dijalani dari hari ke hari tak luput ia gunakan untuk berbincang dengan anak. Meski tak menuntut atau mengarahkan anak pada pendidikan atau pekerjaan di bidang hukum, putra dan putri Ranty sering bertanya tentang aktivitas pekerjaan ibunya. Ia membagikan sebuah kejadian unik, “Anak saya pernah bilang mau kuliah di Harvard”. Ranty pun mendukung penuh cita-cita yang terucap dari anaknya itu.

Memaknai perempuan berdaya dalam konteks dunia profesional, Ranty mengapresiasi tren good corporate governance yang mendorong gender diversity dalam susunan perusahaan. Berbagai kebijakan yang mengakomodir kebutuhan Perempuan, khususnya ibu yang bekerja pun ia pandang perlu untuk dilanjutkan dengan baik. Menurutnya, masih menjadi pekerjaan bersama ialah pada tataran implementasinya.

“Kadangkala, perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena sudah lebih dahulu dinilai sulit untuk selalu fokus pada pekerjaan”, ujar Ranty.

Ia mencontohkan saat melakukan penunjukan anggota tim untuk pekerjaan tertentu, masih ada yang berpraduga bahwa lebih baik tanggung jawab yang berat dilimpahkan kepada laki-laki. Alasannya, jika pekerjaan tersebut ditugaskan pada perempuan, akan ada hal-hal yang dianggap menghambat seperti perannya sebagai ibu. Alhasil, penilaian tidak dilakukan dengan objektif berdasarkan kapabilitas melainkan bias oleh faktor gender.

Tags:

Berita Terkait