Rasa Kasihan dan Enggan, Kendala Menindak Jaksa Nakal
Utama

Rasa Kasihan dan Enggan, Kendala Menindak Jaksa Nakal

Perasaan tidak tega pimpinan terhadap bawahannya menjadi faktor utama yang menghalangi penindakan jaksa-jaksa nakal selama ini. Ada rasa kasihan dan enggan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Rasa Kasihan dan Enggan, Kendala Menindak Jaksa Nakal
Hukumonline

 

Lopa justeru menyalahkan banyaknya laporan yang diduga palsu. Setelah bidang pengawasan menindaklanjuti, acapkali terungkap bahwa pelapor menggunakan alamat palsu atau tidak mengungkapkan identitas sama sekali. Ada juga pelapor yang memakai nama orang lain, atau memalsukan tanda tangan orang lain. Lopa menyebut kasus yang terjadi Bangkinang. Setelah dicek, ternyata pelapor hanya menggunakan nama dan alamat orang lain. Kalau memang merasa benar, laporkanlah secara jantan. Lampirkan KTP, tantang adik kandung mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa itu.

 

Lemahnya tindak lanjut pengawasan internal diakui juga oleh Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Prof. Irjen  Pol Farouk Muhammad. Sistem pengawasan internal tidak berjalan dengan baik –seperti yang digambarkan hasil penelitian di Kejaksaan—lebih banyak disebabkan persoalan SDM dan anggaran yang kurang memadai. Kata Farouk, di kepolisian pun hal yang sama terjadi.

 

 

Demikian salah satu hasil penelitian tentang sistem pengawasan jaksa yang dilansir baru-baru ini di Kejaksaan Agung. Pengawasan pimpinan terhadap jaksa di bawahnya tidak berjalan akibat berbagai faktor kendala. Kendala utama ya itu tadi, ada rasa kasihan dan enggan seorang pimpinan untuk menindak secara tegas bawahannya yang bersalah.

 

Berdasarkan hasil penelitian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) dan Komisi Hukum Nasional (KHN) itu, keengganan pimpinan menindak bawahan juga terkait dengan integritas dan moral jajaran kejaksaan. Pimpinan enggan menindak karena ‘ia sendiri mempunyai kelemahan yang mungkin dapat dibongkar oleh bawahan'.

 

Faktor lain yang menjadi kendala penindakan jaksa adalah berbelit-belitnya aturan pelaksanaan dan tindak lanjut dari pengawasan. Jika seorang jaksa ditindak –misalnya diberhentikan sementara—toh ia masih bisa mengajukan banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian. Ada juga karena aturan pengawasan melekat masih kurang. Bisa juga karena pimpinan tidak menguasai teknis pekerjaan bawahannya.

 

Kasus Hendra Suhendra yang tertangkap berbisnis narkoba bisa dijadikan contoh. Meskipun pidana yang dilakukan sulit terbantah, Hendra hanya dicopot dari jabatannya. Seorang Kepala Kejaksaan Negeri di wilayah Papua yang menerima dana ilegal sekitar Rp900 juta hanya dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke Jakarta.

 

Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAMWAS) H Achmad Lopa mengatakan terbuka menerima semua masukan seperti tergambar dari hasil penelitian. Namun ia menepis anggapan jika pimpinan bidang pengawasan tidak banyak berbuat menindak jaksa. Pihaknya, kata Lopa, telah menerapkan kebijakan ketat. Jika ada laporan yang masuk, JAMWAS langsung menindaklanjuti. Pimpinan kejaksaan setempat wajib menindaklanjuti laporan masyarakat itu dan menyampaikannya kembali ke Jakarta.

Tags: