RCTI dan INews Perbaiki Uji Aturan Penyiaran Lewat Internet
Berita

RCTI dan INews Perbaiki Uji Aturan Penyiaran Lewat Internet

Pemohon menambahkan pasal UUD 1945, UU MK, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan MK, dan kedudukan hukum.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Seperti diketahui, secara sederhana OTT sebagai layanan konten berupa data, informasi atau multimedia yang beroperasi melalui jaringan internet yang sedikitnya ada tiga kategori. Pertama, aplikasi seperti whatsapp, Line, Telegram, Skype, Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain. Kedua, konten/video on demand/streaming, seperti Youtube, HOOQ, Iflix, Netflix, Viu, dan lain-lain. Ketiga, jasa seperti Go-Jek, Grab, Uber. 

Menurutnya, tidak adanya kepastian hukum penyiaran menggunakan internet seperti layanan OTTdalam definisi penyiaran sebagaimana diatur Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Padahal UU a quo merupakan rule of the game penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Hal ini berimplikasi pada adanya berbagai macam pembedaan perlakuan.

Sebagai rule of the game penyelenggaraan penyiaran, UU Penyiaran mengatur setidaknya 6 hal sebagai berikut: (i) asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran di Indonesia; (ii) persyaratan penyelenggaraan penyiaran; (iii) perizinan penyelenggaraan penyiaran; (iv) pedoman mengenai isi dan bahasa siaran; (v) pedoman perilaku siaran; dan yang tidak kalah penting adalah (vi) pengawasan terhadap penyelenggaraan penyiaran

Pembedaan perlakuan tersebut terjadi karena keenam tersebut hanya berlaku bagi penyelenggara penyiaran konvensional seperti para pemohon dan tidak berlaku bagi penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layananOTT. Pembedaan tersebut berimplikasi pada ketiadaan level playing field dalam penyelenggaraan penyiaran, yang akhirnya sangat merugikan para pemohon sebagai penyelenggara penyiaran konvensional baik secara materil maupun immateriil. 

Para Pemohon juga mendalilkan adanya diversifikasi penyiaran berbasis internet dengan fenomena munculnya layanan OTT yang belum berkepastian hukum dalam UU Penyiaran. Perkembangan internet yang begitu pesat tersebut telah melahirkan berbagai macam platform digital yang dikenal dengan layanan OTT.

Melalui Surat Edaran Menkominfo No. 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui Internet adalah penyediaan layanan aplikasi dan/atau konten melalui internet selanjutnya disebut layanan over the top. Jika mengacu Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran, siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui penerimaan siaran.

Dengan demikian, berbagai macam layanan OTT, khususnya yang masuk kategori konten/video on demand/streaming juga masuk kategori aktivitas penyiaran. Untuk itu, sudah seharusnya OTT masuk dalam rezim penyiaran, hanya saja perbedanya aktivitas penyiaran konvensional terletak pada metode pemancarluasan menggunakan spektrum frekuensi radio, sementara layanan OTT menggunakan internet. Karenanya, ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran perlu ditafsirkan mencakup pula penyiaran yang menggunakan internet agar kerugian para pemohon tidak akan terjadi.

Tags:

Berita Terkait