Reformasi Hukum, Mau ke Mana?
Kolom

Reformasi Hukum, Mau ke Mana?

Lewat 22 tahun Reformasi di Indonesia, masih banyak permasalahan reformasi hukum yang belum terjawab.

Bacaan 2 Menit

Namun perbaikan-perbaikan itu seperti berkejaran dengan arus balik yang terus menggerus capaian reformasi. Rasanya seperti bercocok tanam bersama pembalak liar. Ibaratnya, sering kita berhasil tutup satu lubang di sini, mereka gali lubang besar di tempat lain.

Kepemimpinan dan Keteladanan

Reformasi hukum memerlukan penggerak perubahan hukum (law reformers). Selama ini dengan segala kurang-lebihnya, upaya reformasi hukum di Indonesia tetap berjalan dengan adanya para penggerak dan pemimpin perubahan hukum yang tersebar di mana-mana. Tapi reformasi hukum perlu penggerak sekaligus pemimpin di sisi pemerintahan, agar bisa efektif dalam membuat perubahan kebijakan secara langsung.

Praktik yang terjadi di beberapa negara lain, peran ini biasanya dijalankan oleh Menteri di bidang hukum, ataupun ada lembaga khusus (law reform agency) yang dibentuk untuk menggerakkan reformasi hukum di negara itu. Hal inilah yang nampaknya masih perlu diperbaiki dalam konteks reformasi hukum di Indonesia.

Peran yang diperlukan tentunya lebih dari sekedar peran sebagai instansi pelaksana yang tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan, tapi lebih sebagai penggerak yang betul-betul berkomitmen terhadap reformasi hukum di Indonesia, mau bekerjasama dengan penggerak perubahan hukum di luar pemerintahan, memahami substansi, kosisten dengan jalur perubahan yang disepakati, memberikan keteladanan (lead by example), dan efektif mewujudkan agenda reformasi hukum dalam kebijakan pemerintah.

Tapi reformasi hukum tentunya tetap harus berjalan, dan tidak bisa menunggu hal ideal tersebut terwujud. Kabar baiknya, arus balik yang menggerus capaian reformasi bukannya tak terbendung. Sekadar contoh, kabar tertangkapnya buronan mantan Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK, ataupun kabar kemenangan gugatan PTUN pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat, keduanya jelas menunjukkan bahwa masih banyak penggerak perubahan hukum tersebar dan terus berjuang di banyak lini.

Publik harus terus menerus bertanya tentang arah reformasi hukum di Indonesia. Dengan terus bertanya, kita tidak hanya suatu saat akan menemukan jawaban, tapi mungkin bisa menemukan imajinasi baru untuk perubahan. Prof Daniel S. Lev pernah menyatakan bahwa kita perlu imajinasi serta ide-ide baru, juga keberanian untuk mengambil risiko dalam reformasi hukum. Hal ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk menemukan imajinasi baru itu. Oleh karenanya, mari kita terus bertanya: Reformasi Hukum Indonesia, Quo Vadis?

*)Eryanto Nugroho adalah Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait