Reformasi Perpajakan Harus Dimulai Dari RUU KUP
Berita

Reformasi Perpajakan Harus Dimulai Dari RUU KUP

Diperlukan kajian yang lebih komprehensif agar selaras dengan kebijakan fiskal nasional. Dapat diatur transisi sehingga otonomi memiliki kesiapan regulasi, struktur, dan SDM.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Reformasi Perpajakan Harus Dimulai Dari RUU KUP
Hukumonline

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menilai reformasi perpajakan yang digaungkan oleh pemerintah harus dimulai dari Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

 

Pembahasan RUU KUP sendiri selama ini tertunda lama karena berbagai alasan. Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI saat ini fokus untuk menyelesaikan pembahasan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PPNBP) yang juga sudah dilakukan sejak lama.

 

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu, UU KUP merupakan hukum formal yang berisi ketentuan umum dan tata cara. Di dalam UU tersebut juga tercermin visi, prinsip, asas, dan arah kebijakan dan sistem perpajakan.

 

"Karena itu dapat dibilang UU KUP adalah pondasi dan pilar penyangga. Dengan kata lain, reformasi perpajakan yang komprehensif harus dimulai dari RUU KUP," ujar Yustinus saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat (18/5).

 

Namun demikian, lanjut Yustinus, RUU KUP yang diajukan Pemerintah pada awal 2015 sebagian belum selaras dengan visi reformasi perpajakan pasca-amnesti, terutama keseimbangan hak dan kewajiban fiskus dan wajib pajak, penyederhanaan administrasi, penegakan hukum, dan penguatan kelembagaan.

 

"Diperlukan perbaikan menyeluruh melalui pembahasan di level pemerintah. Jika ada opsi ditarik, harus segera direvisi dan diajukan kembali," ujarnya.

 

Ia menuturkan, otonomi Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan merupakan target Nawacita tetapi harus memperhatikan efektivitas, 'best practice', dan konteks ketatanegaraan yang lebih luas.

Tags:

Berita Terkait