Resmi Jadi UU, 2 Fraksi Ini ‘Dissenting’ Soal Dewan Pengawas KPK
Utama

Resmi Jadi UU, 2 Fraksi Ini ‘Dissenting’ Soal Dewan Pengawas KPK

ICW menilai DPR terlihat serampangan, tergesa-gesa, dan kental nuansa dugaan konflik kepentingan dalam mengesahkan RUU KPK ini.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Kami anggap pembentukan Dewan Pengawas menjadi satu organ yang dapat mengganggu independensi KPK. Padahal kita anggap revisi ini memberikan penguatan,” kata Ledia.

 

Kedua, adanya Dewan Pengawas justru mempersulit kerja KPK dalam pemberantasan korupsi terkait penyadapan. Sebab, selama ini penyadapan menjadi senjata ampuh KPK dalam membongkar praktik korupsi. Seharusnya, kata Ledia, KPK cukup memberitahukan bakal melakukan penyadapan, bukan meminta dan harus mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas.

 

“PKS menolak adanya Dewan Pengawas dan penyadapan harus minta izin ke Dewan Pengawas,” ujarnya.

 

Ketua Fraksi Gerindra Edhy Prabowo enggan meneruskan RUU KPK dalam paripurna. Sebab, masih terdapat hal yang mengganjal tentang Dewan Pengawas. Baginya, pola rekrutmen pejabat Dewan Pengawas idealnya dilakukan oleh DPR dengan melakukan seleksi uji kelayakan dan kepatutan. Namun, dalam draf yang disetujui, hasil seleksi Pansel yang dibentuk presiden hanya dikonsultasikan ke DPR.

 

“Catatan kami soal Dewan Pengawas. Ke depan kalau ini dipertahankan, kami tidak bertangggung jawab kalau terjadi sesuatu. Semangatnya kan seharusnya penguatan,” katanya.

 

Syarat konflik kepentingan

Terpisah, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpandangan poin-poin perubahan yang disahkan dalam draf revisi UU KPK menjadi UU bakal melumpuhkan dan melemahkan pemberantasan korupsi. Menurutnya, ternyata DPR dan pemerintah memiliki niat yang sama ingin mengesahkan RUU KPK dalam rapat paripurna, sehingga pengesahan RUU KPK ini syarat dengan konflik kepentingan.

 

“Narasi penguatan KPK seakan hanya omong kosong. Mulai dari penyadapan atas izin Dewan Pengawas, pembatasan usia KPK, kewenangan SP3, sampai pembentukan Dewan Pengawas,” ujarnya.

 

Menurutnya, mayoritas perkara yang ditangani KPK melibatkan aktor politik. Dalam catatan KPK rentang waktu 2003-2018 setidaknya 885 orang telah diproses hukum. Dari jumlah itu, 60 persen lebih atau 539 orang berasal dari aktor politik. Selain itu, anggota DPR periode 2014-2019 banyak terlibat kasus korupsi.

Tags:

Berita Terkait