Mengawal Revisi UU Cipta Kerja Sejalan Amar Putusan MK
Utama

Mengawal Revisi UU Cipta Kerja Sejalan Amar Putusan MK

Pemahaman masyarakat mengenai amar putusan MK terkait UU Cipta Kerja masih menyisakan pertanyaan publik.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Dosen Universitas Muslim Indonesia Makassar, Prof Lauddin Marsuni, menyampaikan empat poin yang jadi perhatian terhadap putusan MK atas UU Cipta Kerja tersebut. Keempat poin tersebut yaitu kesesuaian pertimbangan hukum dengan prinsip-prinsip hukum, prosedur hukum acara, kesesuaian amar putusan MK dengan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang Undang, dan rasa keadilan dari putusan MK tersebut.

Dalam uraiannya, Lauddin mempertanyakan hubungan antara pencabutan Peraturan MK 6/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian UU dengan UU Cipta Kerja. Dengan dicabutnya PMK 6/2005 berubah menjadi PMK 9/2020 kemudian diubah kembali dengan PMK 2/2021. “Pertanyaan yang saya ungkap apakah karena UU 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi sebab PMK 6/2005 dicabut dengan PMK 9/2020 yang kemudian selanjutnya dicabut dengan PMK 2/2021,” ungkap Lauddin.

Sebab, dia menganalisa pencabutan PMK 9/2020 pada Desember 2020 menjadi PMK 2/2021 yang terbit April 2021 atau hanya berkisar rentang waktu 4 bulan. “Itu artinya ada kepentingan mendesak dan luar biasa dalam kacamata politik. Menurut saya kepentingan untuk mengamankan UU 11/2020 dan sekaligus amankan kehendak pemerintah yaitu Presiden dan DPR,” tambah Lauddin.

Lebih lanjut, dia mengatakan dengan PMK 2/2021 maka MK dapat menambah amar selain yang ditentukan terhadap UU atau Peraturan Pengganti UU (Perppu) yang tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU menurut UUD 1945, dan UU a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketentuan yang dimaksud Lauddin yaitu Pasal 72 Ayat 1 dan 2 mengenai Amar Putusan.

“Putusan MK (terhadap UU CK) merupakan penyelamat sekaligus politis yang diambil penegak hukum,” ungkap Lauddin.

Hukumonline.com

Sehubungan dengan rasa keadilan, Lauddin mengatakan Putusan MK nomor 91/puu-xviii/2020 tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Seharusnya, dia menyampaikan pemaknaan inskonstitusional bersyarat adalah UU 11/2020 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat hingga pemerintah memperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun sejak putusan tersebut dibacakan.

Tags:

Berita Terkait