Risiko Hukum bagi Penumpang Pesawat yang Gunakan Identitas Palsu
Berita

Risiko Hukum bagi Penumpang Pesawat yang Gunakan Identitas Palsu

Dalam kasus jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, diketahui ada penumpang yang menggunakan identitas palsu.

M. Agus Yozami
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kasus jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 memiliki cerita lain di samping kesedihan. Beberapa kasus terungkap pascajatuhnya pesawat tersebut, misalnya ada penumpang yang menggunakan identitas orang lain namun bisa lolos naik di pesawat. Faktanya, ternyata bukan hanya satu yang melakukan hal tersebut.

Selvin Daro merupakan salah satu korban SJ182 yang namanya tidak tercantum dalam manifest karena menggunakan identitas Sarah Beatrice Alomau untuk terbang dari Jakarta ke Pontianak. Pengacara Richard Riwoe yang ditunjuk organisasi keluarga besar NTT mendampingi Sarah, mengatakan ada dugaan bahwa Selvin Daro yang berteman dengan Sarah menggunakan nama Sarah berikut identitasnya.

Namun ia menegaskan bahwa KTP asli dan semua identitas Sarah masih di tangan Sarah sementara Sarah sendiri tidak tahu jika Selvin menggunakan identitasnya untuk berangkat ke Pontianak. “Selvin Daro diduga menggunakan entah foto, fotocopy, atau scan KTP atas nama Sarah Beatrice Alomau sebagai syarat untuk terbang dengan pesawat Sriwijaya SJY 182 tersebut. KTP asli atas nama Sarah Beatrice Alomau masih dipegang oleh Sarah hingga saat ini,” katanya seperti dilansir Antara.

Richard mengatakan dari cerita Sarah yang merupakan rekan kerja Selvin di kawasan Pergudangan 8 ada dugaan bahwa Selvin membeli tiket ke Pontianak secara online untuk mengunjungi kerabatnya. Check in pun kemungkinan dilakukan secara online. Namun hal itu tidak diceritakannya kepada Sarah, sehingga Sarah sama sekali tidak mengetahui bahwa sahabatnya menggunakan nama bahkan identitasnya untuk terbang. Sarah dan Selvin memang tinggal di daerah yang berdekatan dan selama ini Selvin mengontrak tempat tinggal tak jauh dari Sarah tinggal.

Richard memastikan bahwa selama bergaul dengan Selvin, Sarah tidak pernah meminjamkan identitas apapun termasuk KTP kepada Selvin. “Ada cctv semestinya ini bisa dicek kembali, dan mestinya untuk persyaratan terbang harus menunjukkan KTP asli, apalagi juga ada persyaratan terbang rapid antigen. Kenapa ini bisa lolos terbang,” katanya. (Baca Juga: Mengulas Unsur Pidana bagi Pemalsu Surat Tes Usap PCR)

Oleh karena itu, Richard meminta pihak Sriwijaya untuk tetap bertanggung jawab atas kelalaian yang dimaksud dan tetap mengupayakan pemberian asuransi atas nama Selvin Daro meskipun namanya tidak tercantum dalam manifest. Selvin Daro diketahui berasal dari Ende, NTT, dan menurut Richard sampai saat ini keluarga Selvin belum melapor kepada pihak Sriwijaya karena ada kemungkinan belum mengetahui bahwa keluarganya menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, korban jiwa kecelakaan pesawat bisa mendapatkan santunan sebesar Rp1,25 miliar. Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan.

Sebab kelalaian bukan semata menjadi milik Sriwijaya yang meloloskan penumpang berbeda identitas untuk terbang, tetapi faktanya penumpang itu bisa lolos pemeriksaan di dua pintu security check in bandara yang mestinya juga ketat. Terlebih persyaratan rapid antigen terbaru yang juga harus sama dengan identitas di tiket. Hal itu kemudian menjadi masalah yang layak untuk direnungi dan dievaluasi bersama oleh dunia penerbangan Indonesia.

Tindak Pidana

Dikutip dari klinik Hukumonline, pemakaian nama palsu dapat dikenakan beberapa tindak pidana yang diatur dalam KUHP tergantung dari bagaimana nama palsu itu digunakan. Apabila pemakaian nama palsu dilakukan dengan cara membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan.

Apabila pemakaian nama palsu dituangkan dalam surat-surat yang berkaitan dengan izin orang asing untuk masuk ke Indonesia dan menggunakan surat itu kepada orang lain seolah-olah surat itu asli, maka dikenal sebagai tindak pidana pemalsuan surat. Yang terakhir, apabila pemakaian nama palsu tersebut dituangkan dalam sebuah akte otentik, dinamakan tindak pidana penggunaan akta otentik yang didasarkan atas keterangan palsu dan menimbulkan kerugian.

Dalam KUHP sendiri, istilah bohong dikenal sebagai suatu tindak pidana penipuan dengan catatan bahwa kebohongan itu dibarengi dengan tindakan yang bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Untuk lebih jelasnya, kita simak bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP:

Pasal 378 KUHPmenyatakan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya (hal. 261): 1. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang; 2. maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; 3. membujuknya itu dengan memakai: a. nama palsu atau keadaan palsu; atau b. akal cerdik (tipu muslihat); atau c. karangan perkataan bohong.

Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nama palsu yaitu nama yang bukan namanya sendiri. Nama “Saimin” dikatakan “Zaimin” itu bukan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, itu dianggap sebagai menyebut nama palsu (Ibid, hal. 261).

Dari uraian unsur-unsur pasal di atas dapat diketahui bahwa tindakan memakai nama palsu dan membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, pelaku yang memakai nama palsu dengan jalan melakukan tindakan-tindakan di atas diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Tindak pidana lain yang bisa dijerat terhadap pelaku yang menggunakan nama palsu adalah seperti yang terdapat Pasal 270 KUHP: (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barang siapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Menurut R. Soesilo (Ibid, hal. 200), sebagaimana yang kami sarikan, yang menjadi objek pemalsuan dalam pasal ini adalah: 1. surat pas jalan, 2. surat pengganti pas jalan, 3. surat keselamatan (jaminan atas kemanan diri), 4. surat perintah jalan, dan 5. surat-surat lain menurut peraturan perundang-undangan tentang izin masuk ke Indonesia, misalnya: surat izin masuk, paspor, dsb.

Lain halnya apabila nama palsu tersebut dituangkan pada sebuah akta otentik. Dalam hal demikian, terhadap pelakunya dapat diancam dengan Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHPterkait dengan penggunaan akta otentik yang didasarkan atas keterangan palsu dan menimbulkan kerugian: (1) Barangsiapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimblkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akte tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Tags:

Berita Terkait