‘Rombak’ RUU Prolegnas 2020 Dinilai Ciderai Fungsi Legislasi
Utama

‘Rombak’ RUU Prolegnas 2020 Dinilai Ciderai Fungsi Legislasi

PSHK meminta DPR dan Pemerintah membuka kepada publik pertimbangan setiap RUU yang dikurangi dan ditambahkan sebagai RUU prioritas 2020 berdasarkan Rapat Kerja Badan Legislasi DPR bersama Pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Agil berpendapat tidak jelasnya standar proses evaluasi legislasi hanya akan mengundang kecurigaan terhadap pemilihan RUU-RUU yang masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020. Seperti pertanyaan tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dikeluarkan dari daftar prioritas tahun 2020. Begitupula RUU Haluan Ideologi Pancasila yang juga mengundang pro dan kontra di masyarakat, namun malah tidak termasuk RUU yang dikeluarkan dari daftar prolegnas.

“Contoh lain terkait sulitnya pembahasan RUU Cipta Kerja yang memiliki ruang lingkup amat luas dengan materi yang sangat banyak dan kompleks, tetap lanjut dibahas, bahkan pada saat berlangsungnya masa reses sekalipun,” ujarnya.

Menurutnya, masuknya sejumlah RUU dalam prioritas tahunan dan prolegnas lima tahunan bukan semata yang bersifat internal DPR dan pemerintah. Namun sebagai komitmen politik DPR dan pemerintah kepada masyarakat sebagai pemegang kepentingan atas RUU yang sudah diprioritaskan. Penarikan atau bahkan tidak selesainya RUU yang sudah direncanakan sama saja mempermainkan komitmen kepada masyarakat.

“Untuk itu, PSHK meminta DPR dan Pemerintah membuka kepada publik pertimbangan setiap RUU yang dikurangi dan ditambahkan sebagai RUU prioritas 2020 berdasarkan Rapat Kerja Badan Legislasi DPR bersama Pemerintah.”

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah mengatasnamakan evaluasi yang ujungnya malah mengeluarkan sejumlah RUU dan memasukan RUU lain di tengah tahun berjalan. “Ini lucu, apakah mereka mengaku nggak kelar di tengah tahun berjalan?”

Menurutnya, DPR terkesan menyerah tanpa perlawanan. Bahkan tak mampu melawan keadaan dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Dia menilai DPR tak memiliki manajemen perencanaan dan target prioritas legislasi yang terukur dan komprehensif. Padahal, penyelesaian RUU daftar prolegnas tahunan jauh dari target setiap tahunannya. Tapi, saat penyusunan RUU prolegnas tahunan seringkali dalam jumlah banyak.

“Ibaratnya nafsu besar, tenaga tak ada. Maunya target besar, penyelesaian RUU nggak pernah mencapai target,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait