Rumitnya Urusan Modal PT Indonesia
Kolom

Rumitnya Urusan Modal PT Indonesia

Era sekarang, harus menggunakan pendekatan yang berbeda. Kita harus berani melakukan evaluasi dan perubahan berbagai ketentuan agar menjadi lebih efisien dan masuk akal.

Bacaan 2 Menit

Di sini ketentuan mengenai nilai nominal membuat proses dengan investor menjadi ruwet. Si investor memiliki dua pilihan. Pertama dengan tetap menggunakan nilai nominal sama yaitu Rp1 juta per saham. Untuk itu hanya sebagian dana investor (Rp100 juta) yang dicatat sebagai penyetoran modal. Sisanya (Rp9,9 miliar) akan dicatat sebagai agio atau premium.

Alternatif kedua, PT Menempuh Badai dapat mengeluarkan jenis saham baru, katakanlah saham kelas B, dengan hak yang sama dengan saham biasa namun dengan nilai nominal per saham Rp100 juta. Dengan alternatif kedua ini, investor akan dicatat memasukkan Rp10 miliar untuk 100 saham kelas B. Alternatif ini menimbulkan kerumitan yang sama sekali tidak perlu dan tidak berguna, di mana perusahaan harus mengeluarkan dua jenis saham yang masing masing memiliki hak yang persis sama.

Proses akan jauh lebih mudah jika saham PT Menempuh Badai tidak memiliki nilai nominal. Investor dapat langsung mengambil bagian 100 saham biasa dengan harga Rp10 miliar. Sehingga seluruh investasi akan dicatat sebagai bagian dari setoran modal investor tanpa harus membuat kelas saham baru. Bukankah ini menjadi lebih mudah dipahami dan transparan?

Usulan perubahan atas ketentuan UUPT 2007 di atas adalah sebagian kecil dari banyak perubahan yang harus dilakukan. Untuk itu kita perlu lebih berani untuk terus mempertanyakan dan mengevaluasi berbagai ketentuan tersebut. Prinsipnya, setiap ketentuan yang tidak mudah dipahami logika, harus menjadi sasaran perubahan.

Memang melakukan perubahan undang-undang apalagi seperti UUPT bukanlah hal yang mudah. Karena pemangku kepentingannya sejauh ini bertindak sebagai pengguna setia dan bukan pengguna kritis. Di samping itu, karena PT merupakan badan usaha, Pemerintah cenderung lebih memilih untuk bersikap hati-hati untuk tidak mengganggu praktik yang ada.

Semangat perubahan yang dicoba didorong melalui perubahan UUPT di dalam UU Cipta Kerja yang sedang dibahas di DPR dapat dijadikan acuan. Perubahan tersebut mempertanyakan argumen bahwa pemegang saham PT minimal harus dua orang karena anggaran dasar PT dianggap suatu perjanjian. Semangat perubahan seperti inilah yang perlu terus kita lakukan untuk membuat UUPT kita lebih user friendly.

*)Ahmad Fikri Assegaf adalah Advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait