RUU Migas Harus Selaras dengan Putusan MK
Berita

RUU Migas Harus Selaras dengan Putusan MK

Dirjen Migas enggan mengungkap masukan Kementerian ESDM.

CR-14
Bacaan 2 Menit
Dirjen Migas, Edy Hermantoro. Foto: Sgp
Dirjen Migas, Edy Hermantoro. Foto: Sgp

Kemampuan finansial negara untuk membiayai ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas (migas) masih terbatas, sehingga kehadiran investor, termasuk asing, tak bisa bisa dihindari. Namun, pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Kontitusi (MK) juga harus dijadikan sebagai bagian dari kebijakan nasional.

Pentingnya keselarasan kebijakan sektor migas dengan putusan Mahkamah Konstitusi disampaikan mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM Suyitno Padmosukismo di Jakarta, Selasa (05/2).Suyitno dimintai tanggapan atas RUU Migas yang saat ini tengah digodok DPR. Ia juga pernah memberikan masukan ke Ditjen Migas pada 14 Juli dua tahun silam. “Hal ini semata-mata untuk menjamin kepastian pengelolaan migas di Indonesia, biar sedikit-sedikit main bubarkan. Toh, yang rugi kita semua,” ujarnya kepada hukumonline.

Revisi UU No. 22 Tahun 2001 penting karena sudah ada beberapa bagian yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Salah satu ekses putusan MK adalah pembubaran BP Migas. Menurut Suyitno, para penyusun RUU Migas perlu membuat terobosan agar semangat melindungi kepentingan bangsa dan negara seperti diamanatkan dalam putusan MK bisa dipenuhi. Dengan demikian ada proporsionalitas antara ruang bagi investor migas dengan pemenuhan ‘sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.

Dirjen Migas, Edy Hermantoro, memastikan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM mendengar dan memperhatikan masukan berbagai pihak. Termasuk dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Ironisnya, Edy Hermantoro enggan membuka masukan-masukan Kementerian ESDM terhadap RUU Migas. Ia berdalih materinya masih di bahas di internal Kementerian dan instansi terkait. “Spesifiknya masih belum bisa kami kemukakan,” ujarnya di sela-sela panel diskusi ‘Payung Hukum Pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil dan Biaya Operasional’ yang diselenggarakan ILUNI UI di Jakarta, (05/2).

Kejelasan tata kelola

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengusulkan agar RUU Migas memperjelas tata kelola migas di Indonesia. Namun ia tidak setuju jika tata kelola dimaksud sama dengan mengembalikan fungsi Pertamina di industri hulu dan hilir.

Hikmahanto meminta penyusun RUU membuat matriks plus minus model pengelolaan yang pernah ada. “Harus dilihat pengalaman-pengalaman sebelumnya, (lalu menentukan) apa yang lebih baik ke depan,” kata mantan Dekan Fakultas Hukum UI itu.

Selain itu, RUU Migas perlu memperjelas aspek kelembagaan dikaitkan dengan pemegang Kuasa Pertambangan (KP). Perubahan BP Migas menjadi SKK Migas bisa menimbulkan pertanyaan apakah semua wewenang BP Migas beralih.

Hal lain yang patut diperhatikan adalah koordinasi pengelolaan migas antara pusat dan daerah. Selama ini, sering terjadi masalah hukum dan konflik antara daerah dengan pusat, bahkan antar daerah. Jangan sampai ketidakjelasan koordinasi itu membuat investasi sektor migas menjadi terhambat. “Inilah yang harus diselesaikan, selagi ada momentum pembahasan RUU Migas,” pungkas Hikmahanto.

Tags: