RUU Pertanahan Akan Atur Pengelolaan Tanah Terlantar
Berita

RUU Pertanahan Akan Atur Pengelolaan Tanah Terlantar

Hingga kini pengelolaan tanah terlantar masih diatur dalam Peraturan Pemerintah.

FNH
Bacaan 2 Menit
Agraria. Foto: ilustrasi (Sgp)
Agraria. Foto: ilustrasi (Sgp)

Komisi II DPR telah menyelsaikan draf RUU Pertanahan. Rencananya, dalam waktu dekat RUU itu aka dibahas bersama pemerintah. RUU ini diharapkan dapat menjawab semua persoalan pertahanahan yang terjadi di Indonesia, termasuk pengelolaan tanah terlantar.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/9). “Draf dari DPR sudah selesai dan akan dibahas,” katanya.

Abdul menjelaskan, hingga kini pengelolaan tanah terlantar masih diatur dalam Peraturan Pemerintah. Beberapa hal pokok dan penting yang tercantum di dalam PP tersebut akan diadopsi ke dalam RUU Pertanahan dan akan dipertajam.

"Misalnya, untuk kriteria tanah terlantar, penghentian hak guna dan dikelola oleh negara hingga dapat dimanfaatkan untuk masyarakat. Intinya, rakyat dapat  mengusahakan tanah dan dijamin oleh negara," ujarnya.

Abdul mengatakan bahwa RUU Pertanahan ini tetap akan mengambil spirit dari UU Pengadaan Tanah yang memberikan substansi bahwa tanah memiliki fungsi sosial dan fungsi sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Namun karena perkembangan zaman yang begitu cepat, ia menyadari ada beberapa  aturan yang belumyt dicantumkan secara operasional di dalam UU tersebut.

Dia mencontohkan soal pembatasan hak guna usaha yang belum diatur secara jelas dan hanya diatur oleh SK Menteri. Menurutnya, melalui RUU Pertanahan, aturan soal pembatasan hak guna usaha akan dirumuskan.

“Misalnya, nanti akan dirumuskan angka berapa  luas tanah yang layak untuk usaha, maksimal punya tanah untuk pribadi berapa, perusahaan berapa, baik itu BUMN ataupun swasta serta kerjasama antara masarakat setempat dan perusahaan,” katanya.

Dalam RUU tersebut, DPR juga memasukkan poin penting yang menjadi kontroversi bahwa tanah dapat beralih ke pihak asing. Dalam RUU ini, Hakam menyatakan bahwa pihak asing hanya memiliki hak mengelola dan tidak dapat memiliki tanah tersebut. 

Selain itu, RUU Pertanahan akan mengandung aturan terkait dengan peran daerah. Pasalnya, di dalam UU Agraria belum dijelaskan secara detail terkait wewenang pemerintah daerah atas lahan dan tanah.

“Belum jelas kalau di  UU Agraria wewenang itu ada di tangan pemerintah mana? Pemerintah daerah apa pusat? Di RUU Pertanahan nanti ada aturan itu,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Sabang Merauke Circle, Arwin Lubis, menilai RUU Pertanahan ini diperlukan untuk menjalankan agenda Reforma Agraria yang belum berjalan. Sayangnya, saat Reforma Agraria belum berjalan tetapi sudah didesak oleh agenda lain di antaranya Kemandirian Pangan, MP3EI dan semua agenda kehutanan yang semuanya memerlukan tanah sebagai wahananya.

“Reforma Agraria kita belum berjalan tetapi agenda lain sudah ada dan menggunakan tanah sebagai wahananya,” kata Arwin pada acara yang sama.

Oleh karena itu, ia memberi masukan untuk agenda Reforma Agraria ke depan seperti harmonisasi penguasaan hutan oleh rakyat, harmonisasi agenda MP3EI dengan agenda reforma scenario, serta segera melaksanakan Reforma Agraria baik lahan dari kawasan budidaya maupun kawasan kehutanan.  

Tags: