Sejumlah Catatan Kritis atas RUU Pertanahan
Berita

Sejumlah Catatan Kritis atas RUU Pertanahan

Mulai belum menjamin pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat tertentu, belum mengatur reforma agraria sebagai bagian penyelesaian sengketa tanah, pengaturan bank tanah bertentangan dengan prinsip reforma agraria, hingga pendanaan bank tanah dari berbagai sumber.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Mulai belum menjamin pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat tertentu, belum mengatur reforma agraria sebagai bagian penyelesaian sengketa tanah, pengaturan bank tanah bertentangan dengan reforma agraria, hingga pendanaan bank tanah dari berbagai sumber.        

 

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong percepatan pembahasan RUU Pertanahan untuk segera disahkan.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, Herman Khaeron mengatakan RUU Pertanahan harus segera disahkan sebelum masa jabatan DPR periode 2014-2019 berakhir. Jika melewati batas waktu itu, Herman khawatir pembahasan RUU Pertanahan akan dimulai dari awal.

 

Menurutnya, RUU Pertanahan penting untuk segera disahkan mengingat banyak persoalan yang harus dibenahi di bidang pertanahan, misalnya penyelesaian konflik agraria. Politisi partai Demokrat itu menegaskan RUU Pertanahan tidak mengganti UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

 

“RUU Pertanahan ini lex spesialis, melengkapi, dan memperkuat UU No.5 Tahun 1960,” kata Herman dalam diskusi belum lama ini di Jakarta. Baca Juga: Delapan Arah Kebijakan dalam RUU Pertanahan

 

Herman meminta seluruh elemen masyarakat untuk memberi masukan dan kritik terhadap RUU Pertanahan. Tercatat ada 157 pasal yang termuat dalam RUU pertanahan. Sejumlah ketentuan yang diatur antara lain mengenai hak atas tanah yang hanya bisa dimiliki oleh WNI. Untuk WNA hanya boleh memiliki hak untuk memanfaatkan tanah seperti hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), dan hak pakai.

 

“Ketentuan lain yang diatur yakni reforma agraria, bank tanah, dan pengadilan pertanahan.”

 

Plt. Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Andi Tenrisau mengatakan UU No.5 Tahun 1960 harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dia berharap RUU Pertanahan bisa menjawab persoalan itu, misalnya terkait revolusi industri 4.0 dan mengatasi ketimpangan. Andi menjelaskan RUU Pertanahan juga mengatur batas maksimum penguasaan hak atas tanah bagi individu dan badan hukum.

Tags:

Berita Terkait