Sejumlah Dampak Jika Pemilu 2024 Ditunda
Terbaru

Sejumlah Dampak Jika Pemilu 2024 Ditunda

Adanya berbagai dampak yang terjadi maka tidak sedikit pihak yang menolak wacana penundaan pemilu 2024.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Suasana pencoblosan saat berlangsungnya pemilihan umum, Ilustrasi foto: RES
Suasana pencoblosan saat berlangsungnya pemilihan umum, Ilustrasi foto: RES

Sejumlah dampak jika pemilu 2024 ditunda disinyalir akan menimbulkan beberapa dampak bukan hanya pada partai politik, melainkan juga iklim ketatanegaraan dan iklim usaha. Kabar pemilu yang ditunda tersebut kembali berhembus kencang, setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengumumkan Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melanjutkan rangkaian pemilu. 

Penundaan pemilu 2024 bertabrakan dengan UUD 1945 karena di dalam undang-undang tersebut, konsep dan definisi sebuah negara yang demokratis tertuang dengan jelas. Adanya berbagai dampak yang terjadi, maka tidak sedikti pihak yang menolak wacana penundaan pemilu 2024 ini.  

Baca juga:

Berikut sejumlah dampak jika pemilu 2024 ditunda, di antaranya:

1. Berimbas pada kestabilan politik

Pemilu memiliki dasar UUD yang tidak bisa secara serta merta diubah secara tiba-tiba melainkan harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya penundaan pemilu menunjukkan bahwa negara tidak patuh pada hukum yang ada. 

Penundaan pemilu akan mengakibatkan kemunduran dan menimbulkan pertanyaan keabsahan demokrasi. Masyarakat yang sudah skeptis, akan semakin skeptis dengan hukum dan demokrasi Indonesia.

2. Bertentangan dengan UUD 1945

Undang-undang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan pemilu lima tahun sekali penting dilakukan agar ada kepastian politik bagi parpol dalam memilih kandidat calon legislatif dan calon presiden.

3. Membahayakan sistem ketatanegaraan

Penundaan pemilu 2024 dinilai akan membahayakan sistem ketatanegaraan Indonesia. Penundaan pemilu yang berdampak pada perpanjangan masa jabatan presiden nantinya akan membuat bangsa Indonesia pada kembali merasakan tahun 1945 hingga tahun 1960, di mana eksekutif menjadi pusat kekuasaan.

Tags:

Berita Terkait