Sejuta Alasan Perppu KPK Harus Diterbitkan
Utama

Sejuta Alasan Perppu KPK Harus Diterbitkan

Perppu merupakan sikap responsif presiden atas terjadinya gelombang penolakan berupa demonstrasi yang menimbulkan korban jiwa.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu kehadiran Dewan Pengawas (Dewas) untuk memberi izin dilakukannya penyadapan kepada seseorang yang terindikasi melakukan kasus korupsi juga dianggap tepat untuk mengurangi adanya kesewenang-wenangan oknum di KPK dalam melakukan penyadapan terhadap seseorang. 

 

"Pemerintah tidak perlu ragu untuk menandatangani revisi UU ini karena UU yang baru lebih baik daripada yang lama, revisi ini sebenarnya lebih maksimal daripada KPK dibubarkan," kata Romli saat diskusi di Jakarta, Jumat (4/10).

 

Dalam UU KPK yang baru, tidak ada satupun tugas KPK yang dikurangi, malah tugas KPK menjadi bertambah dengan adanya fungsi pertimbangan HAM. KPK juga tidak perlu khawatir dengan hadirnya dewan pengawas, karena semua badan/lembaga di Indonesia termasuk Presiden juga diawasi, yang paling penting diperhatikan adalah aturan main dewas yang akan berlaku. Menurut Romli bila fungsi dewas tidak maksimal, KPK perlu dibubarkan daripada menghabiskan anggaran negara tanpa memberi hasil maksimal atas pengembalian aset negara dari kasus korupsi serta upaya pencegahan korupsi di Indonesia. 

 

Ahli Hukum Pidana Luhut MP Pangaribuan mengatakan, revisi UU ini memiliki politik hukum yang lebih baik dibanding UU lama yang banyak bertentangan/melanggar HAM. Protes yang diberikan oleh masyarakat tidak perlu dengan melakukan demonstrasi ataupun kericuhan karena ada 3 proses yang bisa ditempuh yakni mekanisme judicial review ke mahkamah konstitusi (MK), legislatif review atau menerbitkan Perppu. 

 

“Dengan melihat kondisi yang berkembang saat ini, bila ada pihak-pihak yang tidak menerima revisi UU ini, lakukan saja judicial review, pemerintah tidak perlu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres),’’ ujar Luhut. 

 

Anggota DPR-RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil menuturkan, revisi UU KPK ini sebenarnya sudah berkali-kali ingin dilakukan oleh DPR, serta sudah mengundang beberapa tenaga ahli yang berkompeten sehingga UU ini sebenarnya tidak dikeluarkan terburu-buru dengan agenda tertentu. Namun setiap kali pembahasan revisi ingin dilakukan, selalu mengundang protes karena dinilai melemahkan KPK. 

 

Stigma ini sering kali dimunculkan untuk membangun narasi yang tidak ilmiah. Nasir menyarankan ke depan perlu adanya kriteria terhadap panitia seleksi dan juga calon anggota komisioner KPK, sehingga tidak ada kecurigaan bila anggota pansel maupun calon komisioner mewakili orang/partai tertentu, jadi semuanya menjadi lebih transparan dan lebih dipercaya publik.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait