Selenggarakan Seminar Nasional, PERADI dan FH UKI Bedah Single Bar dari Sisi Yuridis-Akademis
Pojok PERADI

Selenggarakan Seminar Nasional, PERADI dan FH UKI Bedah Single Bar dari Sisi Yuridis-Akademis

Bertujuan mengkaji sistem single bar secara akademis, yuridis, dan normatif, diharapkan hasil diskusi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M. dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Single Bar System Solusi Organisasi Advokat Indonesia: Suatu Telaah Yuridis Akademis. Foto: istimewa.
Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M. dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Single Bar System Solusi Organisasi Advokat Indonesia: Suatu Telaah Yuridis Akademis. Foto: istimewa.

Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI) telah menggelar Webinar Nasional bertema 'Single Bar System Solusi Organisasi Advokat Indonesia, Suatu Telaah Yuridis Akademis' pada Kamis (22/7) via Zoom Meeting. Dibuka oleh Ketua Harian DPN PERADI, R. Dwiyanto Prihartono dan sambutan dari Dekan FH UKI, Hulman Panjaitan, S.H., M.H., siaran webinar ini juga dapat Anda saksikan melalui Youtube.

 

Dalam ceramah kuncinya, Ketua MK RI, Dr. Anwar Usman S.H., M.H. mengapresiasi langkah PERADI dan FH UKI dalam menyediakan forum diskusi khusus terkait organisasi advokat. “Webinar ini menunjukkan adanya keinginan kuat untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih dan berwibawa; sekaligus menjadi ekspresi suara hati dan pikiran para advokat yang menyandang predikat officium nobile,” katanya.

 

Anwar lantas menyampaikan beberapa pokok terkait sistem single bar dalam organisasi advokat. Menurutnya, berdasarkan Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan di dalam pertimbangan hukumnya, bahwa PERADI, yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia merupakan satu-satunya wadah profesi advokat menurut Undang-Undang Advokat. Selain itu, melalui Putusan Nomor 66/PUU-VIII/2010, PERADI sebagai organisasi tunggal advokat memiliki delapan wewenang, meliputi melaksanakan pendidikan khusus advokat; pengujian calon advokat; mengangkat advokat; membuat kode etik; membentuk dewan kehormatan; komwas; melakukan pengawasan, dan memberhentikan advokat.

 

Kendati demikian, dalam Putusan Nomor 66/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi juga telah mempertimbangkan bahwa organisasi-organisasi advokat lain, yang secara de facto saat ini ada, tidak dapat dilarang keberadaannya. Hal ini mengingat konstitusi, menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dan Pasal 28E Ayat (3), UUD 1945.   

 

Sementara itu, Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.H. optimis, sistem single bar merupakan yang terbaik, terlebih jika mengacu pada tujuan utama peningkatan kualitas advokat dan perlindungan maksimal kepada pencari keadilan. Hal ini sesuai dengan tujuan dibentuknya UU Advokat, yaitu untuk mencapai penegakan hukum yang adil, jujur, dan bermartabat. Apalagi, menurutnya hampir seluruh negara dunia menggunakan sistem ini.   

 

Otto menjelaskan, berbeda dengan multibar yang berpotensi memberikan kewenangan kepada banyak organisasi, single bar justru mengerucutkan kewenangan tersebut terhadap satu organisasi. Hal ini penting, mengingat untuk melahirkan advokat berkualitas, harus ada standarisasi profesi dan pengawasan.

 

Single bar diperlukan untuk menjamin kualitas advokat baik secara profesi, kode etik, maupun moral. Kedua adalah soal pengawasan. Klien yang ditelantarkan oleh advokat harus memiliki ruang untuk mengadu. Itu sebabnya dibutuhkan dewan kehormatan tunggal, yang menjamin advokat berkualitas buruk tidak akan berpindah organisasi advokat,” jelas Otto.

 

Advokat sebagai Profesi Terhormat

Praktisi, Akademisi, dan Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., M.B.A. mengungkapkan, advokat adalah profesi mulia dan terhormat. Pun itu sebabnya, advokat harus memiliki beberapa kualitas, mulai dari hati nurani yang luar biasa; ketulusan melayani masyarakat; disiplin; profesional; tanggung jawab; hingga integritas.

 

Dalam praktiknya, kinerja advokat juga butuh pengawasan, dengan patuh pada ‘pagar pembatas’ yaitu kode etik. Menurut UU Advokat, tugas pengawasan ini telah diberikan kepada organisasi advokat—sebagai satu-satunya wadah profesi. Indonesia sendiri, menjadi satu dari 140 negara yang menganut single bar.

 

Organisasi advokat dengan wadah tunggal adalah yang terbaik. Saya tetap berpendapat, hanya ada satu organisasi advokat yaitu PERADI yang berdiri pada tahun 2004. Hal ini sesuai dengan Pasal 32 ayat 4 yang menyatakan, bahwa OA telah terbentuk paling lambat dua tahun setelah berlakunya UU Advokat. PERADI sendiri telah dibentuk oleh delapan organisasi, sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri sebagai pelaksana UU Advokat,” kata Dhaniswara.

 

Hukumonline.comBerfoto bersama Dekan FH UKI Hulman Panjaitan, Moderator Wakil Sekjen DPN PERADI Johannes L. Tobing, serta Ketua Bidang Publikasi, Hubungan Masyarakat, dan Protokoler DPN PERADI, Riri Purbasari Dewi setelah acara. Foto: istimewa.

 

Adapun membahas sistem single bar secara tuntas, mulai dari sejarah, perkembangan, hingga prinsip dan implementasinya, webinar yang dimoderatori oleh Wasekjen DPN PERADI, Johannes L. Tobing, S.H. ini juga menghadirkan Hakim Agung RI (2011-2018), Anggota DPR RI (2004-2011), Prof. Dr. Topane Gayus Lumbun, S.H., M.H;  Wakil Ketua MPR RI: H. Arsul Sani, S.H., M.S1., Pr. M.; dan Anggota Komisi III DPR RI: H. Arteria Dahlan, S.T., S.H., M.H. sebagai pembicara. Bertujuan mengkaji secara akademis, yuridis, dan normatif, diharapkan hasil diskusi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.  

 

“Pembahasan ini tidak ada kaitannya dengan kepentingan organisasi, apalagi pribadi. Ini adalah perjuangan menjaga kepentingan pencari keadilan. Soal adanya beragam organisasi advokat, itu adalah kebebasan berserikat. Namun, yang memiliki kewenangan untuk mengatur segala sesuatu terkait regulasi, hanya satu. Jadi ketunggalan itu bukan terkait organisasinya, melainkan kewenangannya,” pungkas Otto.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

Tags:

Berita Terkait