Selidiki Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha, KPPU Panggil Produsen Minyak Goreng
Utama

Selidiki Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha, KPPU Panggil Produsen Minyak Goreng

Pemanggilan bertujuan untuk meminta keterangan dan mencari alat bukti terkait dugaan persaingan usaha tidak sehat di sektor minyak goreng.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES

Kelangkaan minyak goreng di pasaran yang disertai dengan melonjaknya harga membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelitian. Pada tahap awal, temuan KPPU menunjukkan adanya dugaan kartel. Penelitian difokuskan pada dua sisi, yakni apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah atau terdapat perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyebut berdasarkan berbagai temuan saat ini, Komisi memutuskan untuk melanjutkan permasalahan minyak goreng ke ranah penegakan hukum. Dalam proses penegakan hukum, lanjutnya, fokus awal akan diberikan pada pendalaman berbagai bentuk perilaku yang berpotensi melanggar pasal-pasal tertentu di UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berbagai fakta kelangkaan, potensi penimbunan atau sinyal-sinyal harga atau perilaku di pasar akan menjadi bagian dari pendalaman. Serta turut mengidentifikasi potensi terlapor dalam permasalahan tersebut.

Menindaklanjuti proses penegakan hukum, terhitung Jumat (4/2), KPPU mulai memanggil para pihak terkait, khususnya produsen minyak goreng guna meminta keterangan dan mencari alat bukti terkait dugaan persaingan usaha tidak sehat di sektor minyak goreng. (Baca Juga: KPPU Cermati Peningkatan Merger dan Akuisisi di Masa Pandemi)

“Pemanggilan ini merupakan tindak lanjut temuan kajian KPPU atas permasalahan lonjakan harga minyak goreng belakangan ini. Dari tiga panggilan yang dialamatkan KPPU kepada produsen, dua diantaranya dijadwalkan ulang di pekan depan,” kata Deswin.

Sebagai informasi, kajian KPPU menyimpulkan bahwa terdapat struktur pasar oligopolistik di sektor minyak goreng, karena hampir sebagian besar pasar minyak goreng (CR4 atau concentration ratio 4 perusahaan terbesar) dikuasai oleh empat produsen. KPPU juga menemukan adanya indikasi kenaikan harga yang serempak dilakukan pelaku usaha pada akhir tahun lalu.

Faktor ini membuat KPPU membawa persoalan ini pada ranah penegakan hukum sejak 26 Januari 2022. Pada awal proses penegakan hukum perkara inisiatif ini, KPPU fokus kepada menemukan minimal satu alat bukti pelanggaran Undangundang No. 5 Tahun 1999, berikut dengan dugaan pasal-pasal yang dilanggar serta terlapor yang terlibat.

Proses pemanggilan dilakukan sejak Jumat ini kepada tiga produsen minyak goreng dan akan dilanjutkan dengan pemanggilan produsen-produsen minyak goreng lain di pekan mendatang. Berbagai pemanggilan tersebut akan mendalami secara detil berbagai informasi

awal terkait produsen serta informasi mengenai proses bisnis perusahaan yang eksis di industri minyak goreng dan konstruksi perilaku anti persaingannya, khususnya pada aspek pembentuk harga, validasi berbagai isu yang berkembang di pasar, dan aspek lain yang dinilai

berkaitan dengan potensi pelanggaran undang-undang.

Jika telah ditemukan minimal satu alat bukti, KPPU dapat meningkatkan status penegakan hukum kepada proses penyelidikan. Keseluruhan proses ini tentunya akan sangat dipengaruhi oleh keterangan dan alat bukti yang diperoleh serta kerja sama yang ditunjukkan oleh para pihak. Untuk itu, KPPU menghimbau agar para pihak patuh pada proses penegakan hukum yang berjalan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk terus menjaga dan memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau. Kebijakan yang diterapkan mulai 27 Januari 2022 ini diberlakukan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan minyak goreng satu harga yang telah berlangsung selama satu minggu terakhir.

“Mekanisme kebijakan DMO atau kewajiban pasokan ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor. Nantinya, seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing–masing,” ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dikutip dari laman Setkab, (28/01).

Lutfi menjelaskan, kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 adalah sebesar 5,7 juta kilo liter. Kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, yang terdiri dari 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231 ribu kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Sedangkan, untuk kebutuhan industri adalah sebesar 1,8 juta kilo liter.

“Seiring dengan penerapan kebijakan DMO, kami juga akan menerapkan kebijakan DPO yang kami tetapkan sebesar Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 per liter untuk olein,” ujarnya.

Dengan kebijakan DMO dan DPO tersebut, lanjut Mendag, di dalam negeri juga akan diberlakukan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng dengan rincian, minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter. Kebijakan HET ini akan mulai berlaku pada 1 Februari 2022.

Lutfi juga menyampaikan, selama masa transisi yang berlangsung hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000 per liter tetap berlaku, dan menginstruksikan kepada para produsen untuk mempercepat penyaluran minyak goreng serta memastikan tidak terjadi kekosongan di tingkat pedagang dan pengecer, baik di pasar tradisional maupun ritel modern.

“Hal tersebut dengan mempertimbangkan memberikan waktu untuk penyesuaian serta manajemen stok minyak goreng di tingkat pedagang hingga pengecer,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait