Semua Pemikiran Hukum Asing Harusnya di-Indonesia-kan dengan Pancasila
Utama

Semua Pemikiran Hukum Asing Harusnya di-Indonesia-kan dengan Pancasila

Perguruan tinggi hukum punya peran strategis. Penyelarasan dengan Pancasila harus jadi titik tolak politik hukum Indonesia dalam menyerap dan meratifikasi hukum asing.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Ketua Panitia icLave, Kris Wijoyo Soepandji (jas hitam) mendampingi  Dekan FHUI, Edmon Makarim (batik biru) memukul gong saat pembukaan 4th icLave 2022, Rabu (2/11/2022) di Semarang. Foto: NEE
Ketua Panitia icLave, Kris Wijoyo Soepandji (jas hitam) mendampingi Dekan FHUI, Edmon Makarim (batik biru) memukul gong saat pembukaan 4th icLave 2022, Rabu (2/11/2022) di Semarang. Foto: NEE

Harus ada upaya keras untuk melakukan penyaringan dan transformasi segala pemikiran hukum asing ke dalam nilai-nilai Indonesia. Secara ringkas, semua pemikiran hukum yang asalnya dari luar Indonesia harusnya di-Indonesia-kan.

“Harus menyelaraskan pengaruh hukum eksternal dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia berdasarkan Pancasila,” kata Kris Wijoyo Soepandji, pakar dasar-dasar ilmu hukum dan ilmu negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Pendapat Kris ini menjadi salah satu kesimpulan penting dalam gelaran 4th International Conference on Law and Governance (icLave) FHUI pada 2-3 November lalu di Semarang.

“Kita jangan minder dengan nilai-nilai asli bangsa Indonesia yang bersumber dari beragam adat yang ada. Jangan merasa kita lebih terbelakang,” kata Ketua Panitia 4th icLave 2022 ini. Ia menyoroti sikap inferior terhadap nilai-nilai asing terutama Barat dalam paradigma ilmu hukum dan praktik hukum di Indonesia.

Baca Juga:

Kris menjelaskan Pancasila adalah nilai-nilai yang teruji sebagai intisari milik bersama suku-suku pembentuk bangsa Indonesia. Ia melihat Pancasila bukan sekadar slogan kosong yang dibesar-besarkan. Hal itu ia buktikan dengan survei nasional tahun 2022 terhadap 1.000 responden seluruh Indonesia. Dengan margin kesalahan 3%, hasilnya menunjukkan 90% responden memahami dan setuju bahwa Pancasila relevan sebagai pedoman hidup bernegara.

Jika dikaitkan dengan berbagai pengaruh hukum asing selama ini, Kris mengatakan pola identitas nasional masih utuh meski mengalami penyesuaian. “Banyak riset membuktikan bangsa kita punya daya serap nilai-nilai yang tinggi. Namun, kita juga punya pola budaya yang tetap konsisten untuk melakukan penyaringan,” kata Kris. Ia meyakini fakta itu harus diperkuat dalam praktik pendidikan hukum dan pembentukan hukum nasional.

Penelitian Kris terhadap naskah-naskah kuno dalam disertasinya mendukung pendapatnya ini. Ia menelaah dengan pendekatan sejarah hukum dan filsafat hukum dalam nilai-nilai hukum adat di naskah Serat Sasangka Jati. Hasilnya berhasil dipertahankan secara akademik bahwa budaya Indonesia sebenarnya menyerap ide-ide global sekaligus mempertahankan pola identitas nasionalnya.

Tags:

Berita Terkait