Pernah periksa kesehatan ke dokter dengan aplikasi bahkan sampai diresepkan obat? Apa jaminannya bahwa Anda sedang ditangani oleh dokter asli yang tertera identitasnya di aplikasi? Atau, bagaimana dokter menjamin pasien via online itu sungguhan sakit alih-alih menyalahgunakan obat yang diresepkan? Lalu, siapa yang menjamin keamanan rekam medis pasien online yang sifatnya sangat rahasia?
Pakar hukum kesehatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Djarot Dimas Achmad Andaru mengatakan sejak awal regulasi yang mengaturnya belum lengkap. Tiba-tiba kondisi pandemi covid-19 membuat ledakan bisnis aplikasi telemedisin seolah solusi jitu. Padahal, ada sederet masalah hukum serius yang tidak kunjung tuntas hingga sekarang.
“Praktik telemedisin dengan aplikasi bebas saat ini adalah solusi sekaligus ancaman untuk disalahgunakan. Rentan menyebabkan kesalahan diagnosis, malapraktik, pelanggaran etika kesehatan, disiplin, dan hukum lainnya,” kata Djarot dalam sesi presentasi di konferensi internasional FHUI, Rabu (2/11/2022) kemarin. Ia berkumpul bersama ratusan peserta konferensi lainnya dalam 4th International Conference on Law and Governance (icLave) FHUI di Gumaya Tower Hotel, Semarang, Jawa Tengah.
“Pengaturan yang dijadikan sandaran sekarang sangat longgar. Baiklah, kita bisa anggap darurat karena pandemi covid-19. Seharusnya saat sudah melandai kasusnya segera dibenahi,” ujar Djarot mengingatkan.
Baca Juga:
- Dekan FHUI Soroti 2 Salah Kaprah Digitalisasi Pemerintahan
- FHUI Gelar icLave 2022, Mencari Solusi Hukum Hadapi Masa New Normal
Legalitas Telemedisin
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring pemutakhiran terbaru Oktober 2022 mencatat entri telemedisin. Makna yang diberikan untuk istilah kata benda ini ialah diagnosis dan perawatan pasien jarak jauh melalui teknologi komunikasi. Istilah telemidisin pertama kali dituliskan dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No.46 Tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan Nasional sebagai terjemahan kata telemedicine.
Selanjutnya, Keputusan Menteri No.HK.01.07/MENKES/650/2017 tentang Rumah Sakit dan Puskesmas Penyelenggara Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine diterbitkan. Masa berlakunya hanya sampai 31 Desember 2019. Istilah yang digunakan mempertahankan istilah bahasa asing telemedicine.