Pakar FHUI: Aplikasi Konsultasi Dokter Secara Online Masih Bermasalah Hukum
Terbaru

Pakar FHUI: Aplikasi Konsultasi Dokter Secara Online Masih Bermasalah Hukum

Tidak ada pengaturan yang memadai dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Banyak risiko hukum.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

Lalu, Peraturan Presiden No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebut telemedicine di Pasal 65 tanpa diterjemahkan. Disusul Peraturan Menteri Kesehatan No.20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes Telemedisin) juga tidak menggunakan terjemahan telemedisin. Belakangan, Kementerian Kesehatan meluncurkan temenin.kemkes.go.id yang menerjemahkan telemedicine menjadi telemedis.

Djarot menjelaskan regulasi Permenkes Telemedisin yang terbit paling baru ternyata hanya mengatur telemedisin di fasilitas pelayanan kesehatan. Ia merujuk definisi di ketentuan umum untuk Pelayanan Telemedicine. Seluruh Permenkes Telemedisin merujuk fasilitas pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit atau lembaga sejenisnya.

Pasal 2 Permenkes Telemedisin mengatur tenaga kesehatan harus memiliki surat izin praktik di fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pemberi pelayanan telemedis. Lalu, Pasal 11 mengatur soal bangunan/fasilitas yang digunakan untuk pelayanan telemedis.

Merujuk PP No.47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan, ada penjelasan apa saja yang termasuk fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 4 ayat (1) menyebut hanya ada sepuluh jenis yaitu tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, klinik, rumah sakit, apotek, unit transfusi darah, laboratorium kesehatan, optikal, fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, dan fasilitas pelayanan kesehatan tradisional. Penjelasan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.46 Tahun 2017 tentang Strategi E-Kesehatan Nasional juga sama.

Memang pernah ada Keputusan Menteri No.HK.01.07/MENKES/650/2017 tentang Rumah Sakit dan Puskesmas Penyelenggara Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine. Namun,bisa isinya hanya kebolehan uji coba terbatas untuk pelayanan telemedisin di Rumah Sakit dan Puskesmas. Itu pun sudah habis masa berlakunya pada 31 Desember 2019.

“Platform aplikasi bukan fasilitas pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit atau Puskesmas. Siapa yang bisa diminta ikut bertanggung jawab jika ada malapraktik atau kebocoran data rekam medis pasien?” kata Djarot.

Ia mengakui sudah ada upaya Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan peraturan sebagai panduan praktik dokter lewat telemedisin. Isinya mewajibkan praktik dokter di telemedisin harus terikat dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, masih tidak ada kejelasan status, hak, kewajiban, dan tanggung jawab platform aplikasi telemedisin.

“Harus segera ada Peraturan Menteri yang menyelesaikan masalah ini, tidak cukup dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia,” kata Djarot.

Tags:

Berita Terkait