Serikat Pekerja Menolak Kenaikan Harga BBM
Berita

Serikat Pekerja Menolak Kenaikan Harga BBM

Pemerintah dinilai dapat mencari alternatif lain sehingga harga BBM tidak naik.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit

Untuk itu, Ikbal menegaskan serikat pekerja akan mengambil tindakan serius kepada pemerintah jika harga BBM dinaikan. Sebagai gerakan awal, 10 ribu pekerja akan berdemonstrasi di DPR ketika sidang paripurna berlangsung. Aksi itu tidak hanya dilakukan di Jakarta, tapi seluruh daerah di Indonesia dan secara serentak. Jika aksi tersebut tidak menyurutkan langkah pemerintah dan harga BBM tetap dinaikan, maka aksi besar-besaran akan dilakukan. Bahkan, serikat pekerja siap melakukan mogok nasional 16 Agustus 2013 saat Presiden SBY membacakan nota keuangan dan APBN.

Ikbal mengingatkan, ketika seluruh pimpinan serikat pekerja diundang Presiden SBY ke Istana Negara sebelum perayaan Mayday, serikat pekerja sudah menyatakan sikap menolak kenaikan harga BBM. Pasalnya, ada kebijakan alternatif yang bisa dijalankan pemerintah selain menaikan harga BBM. Namun, pada kesempatan itu Ikbal mendengar Presiden SBY akan tetap pada kebijakannya untuk mencabut subsidi BBM.

Terpisah, anggota Komisi IX fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan pemerintah mengelola APBN dengan buruk. Ujungnya, rakyat kena getahnya karena harga BBM terancam naik. Menurutnya, hal tersebut terungkap dari hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2012 yang mendapat nilai wajar dengan pengecualian. Rieke melihat nilai itu menunjukan masalah dan potensi kerugian negara karena kebijakan pemerintah dinilai tidak sesuai standar akuntansi pemerintahan, lemah dalam pengendalian internal dan tidak patuh terhadap ketentuan perundang-undangan.

Rieke merasa sebagian hasil laporan BPK terhadap LKPP patut disorot tajam. Misalnya, penjualan kondesat bagian negara oleh PT TPPI tidak sesuai kontrak, potensi utang tidak tertagih sebesar Rp.1,35 triliun. Menurutnya, yang menjadi penyebab adalah BP Migras tidak patuh prosedur, pengelolaan dari penjualan dan penagihan kondesat oleh BP Migas tidak sesuai kontrak. Serta kementerian Keuangan tidak optimal.

Kemudian, dalam laporan itu Rieke melihat pemerintah membayar kenaikan kuota ke-14 atas keanggotaan Indonesia kepada IMF sebesar Rp.38,18 triliun. Rieke mengaku tidak mengetahui secara jelas dari mana pemerintah memperoleh dana tersebut. “Tidak melalui persetujuan di DPR,” katanya dalam rilis yang diterima hukumonline, Kamis (13/6).

Lalu, ada status pengelolaan keuangan SKK Migas yang belum jelas selama tahun 2012 dan menghabiskan biaya operasional Rp.1,60 triliun. Rieke juga menyebut ada temuan BPK yang menjelaskan beban subsidi energi yang belum dibayar pemerintah sebesar Rp32,10 triliun. Bahkan, Rieke melanjutkan, BPK berpendapat pemerintah belum punya kriteria yang jelas untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran. Tidak ada pengembangan pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan penetapan golongan pelanggan yang layak disubsidi.

Kejanggalan pengelolaan keuangan pemerintah menurut Rieke juga terjadi dalam penggunaan anggaran yang bersal dari penerimaan negara dari sektor hulu migas. Yaitu digunakan langsung tanpa mekanisme APBN, di tahun 2012 jumlahnya sekitar Rp340 triliun. Atas dasar itu, Rieke menyimpulkan kacaunya APBN bukan karena subsidi BBM, tapi buruknya pengelolaan keuangan pemerintah.

Tags: