Siapa Mendulang Untung dari Bisnis PKPA?
Utama

Siapa Mendulang Untung dari Bisnis PKPA?

Sarjana hukum yang jumlahnya puluhan ribu di seluruh Indonesia adalah pasar yang menggiurkan buat penyelenggara PKPA. Beberapa penyelenggara PKPA di Jakarta bakan berani memasang iklan di harian skala nasional yang tarifnya mungkin puluhan juta sekali cetak.

Amr
Bacaan 2 Menit
Siapa Mendulang Untung dari Bisnis PKPA?
Hukumonline

 

Sesuai petunjuk pelaksana PKPA yang dikeluarkan oleh Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI) Peradi, tarif yang dipasang oleh para penyelenggara PKPA di wilayah Jakarta berkisar antara Rp4-5 juta per peserta. Sementara, banyak penyelenggara PKPA di wilayah lain seperti Fakultas Universitas Brawijaya Malang dan FH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta memasang tarif antara Rp 3-3,5 juta.

 

Tabel: Sejumlah penyelenggara PKPA di berbagai wilayah di Indonesia

No

Organisasi Advokat Penyelenggara

Mitra

1

AAI Bandung

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.

2

AAI Bandar Lampung

-

3

AAI Denpasar

Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar

4

AAI Jember

Fakultas Hukum Universitas Jember

5

AAI Malang

Fakultas Hukum Brawijaya Malang

6

AAI Makassar

Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar

7

AAI Manggarai

-

8

DPP AAI

Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan Jakarta

9

DPP AAI

Yan Apul & Founners Jakarta

10

AAI Palembang

Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

11

AAI Surabaya

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

12

AAI Pekanbaru

-

13

AAI Bogor

Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor

14

HKHPM

Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta

15

Delapan organisasi advokat di Jakarta

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

16

AKHI-HKHPM

Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta

17

Ikadin

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

18

DPP Ikadin

Lembaga Pendidikan Hukum Jakarta Study Center

19

Ikadin

Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta

20

Ikadin Jawa Barat

Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor

21

Ikadin

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

22

AAI

Stibisnis Semarang

23

Ikadin

Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Jakarta

Pusat Data Hukumonline, dari berbagai sumber

 

PKPA sebagai ladang bisnis

Satu hal yang menarik dari penyelenggaraan PKPA, khususnya di Jakarta, adalah para pengajarnya banyak yang berasal dari para pengurus organisasi advokat. Kalau anda mau tahu siapa salah satu pengajar PKPA yang paling laris saat ini, dia adalah Ketua Umum Peradi sendiri yaitu Otto Hasibuan. Hal demikian diakui sendiri oleh Otto ketika ditemui hukumonline beberapa waktu lalu (20/6).

 

Ia mengatakan belakangan ini sibuk mengajar di sejumlah PKPA, baik yang diadakan di Jakarta maupun di luar Jakarta. Dari pengamatan hukumonline, hampir seluruh penyelenggara PKPA di Jakarta memasang nama Otto sebagai salah satu pengajarnya. Nama lain yang juga laris sebagai instruktur PKPA di banyak tempat adalah Fauzie Yusuf Hasibuan yang tidak lain adalah Ketua KP2AI Peradi.

 

Harus diakui, penyelenggaraan PKPA yang sedang booming belakangan ini membawa rezeki yang lumayan buat para pengajar. Pasalnya, honor standar para instruktur PKPA lumayan besar yaitu Rp2 juta per sesi dan tidak sedikit pengurus organisasi yang mendapat jatah mengajar lebih dari satu sesi di sejumlah PKPA.

 

Selain itu, fulus PKPA juga dinikmati dari hasil pembagian keuntungan dari penyelenggaraan program itu antara organisasi advokat sebagai pihak pertama dan universitas atau lembaga lainnya sebagai pihak kedua. Besarnya pembagian keuntungan tersebut pada umumnya diatur dalam perjanjian diantara kedua pihak tersebut di awal perjanjian atau di dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU).

 

Pembagian hasil pendapatan berlebih antara organisasi advokat dan pihak kedua seperti di atas, belum termasuk prosentase yang harus disetorkan kepada Peradi sebagai pemberi lisensi PKPA. Besarnya persentase yang harus disetor ke Peradi pun beragam antara 10-15 persen. Sama seperti penetapan tarif baku PKPA di Jakarta dan luar Jakarta, soal angka 10-15 persen adalah misteri yang hanya pengurus KP2AI yang punya jawabannya. Barangkali kita boleh bersyukur karena mereka tidak menetapkan tarif PKPA dalam dolar.

 

Skema bisnis PKPA yang demikian rupa berpotensi memberikan keuntungan yang berlipat bagi pihak tertentu yang kebetulan punya peran baik di Peradi maupun organisasi advokat yang sekaligus menjadi pengajar PKPA. Dengan begitu, anggapan yang merebak belakangan ini bahwa penyelenggaraan PKPA hanya mengejar profit semata sulit ditepis.

 

Persaingan antar organisasi

Masalah menyangkut fulus dari penyelenggaraan PKPA sempat mencuat dalam Rapat Kerja Nasional Ikadin di Medan (10-11 Juni 2005). Ketatnya persaingan harga dan biaya pendidikan di antara delapan organisasi advokat di berbagai daerah memaksa Ikadin untuk membahas masalah itu secara khusus dalam Komisi bidang Program Kerja dalam Rakernas di Medan.

 

Akhirnya, komisi tersebut mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang salah satunya mengatakan bahwa standar biaya pendidikan advokat diserahkan kepada kondisi daerah masing-masing.

 

Persaingan penyelenggaraan PKPA ternyata tidak hanya terjadi diantara delapan organisasi advokat, tapi juga antara pengurus pusat dan cabang organisasi advokat tertentu, dalam hal ini Ikadin. Pasalnya, di beberapa daerah DPP Ikadin dianggap kurang mengikutsertakan DPC setempat dalam kerjasama dengan perguruan tinggi setempat.

 

Menanggapi hal tersebut kemudian dikeluarkanlah rekomendasi bahwa setiap kali DPP Ikadin menyelenggarakan PKPA yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di daerah, harus melibatkan DPC Ikadin setempat. Persaingan seperti ini hampir pasti tidak hanya terjadi di tubuh Ikadin tapi juga di organisasi lain yang banyak menggelar program PKPA di banyak wilayah.

 

Penyelenggaraan PKPA memang tampaknya layak menjadi rebutan dan boleh jadi mulai dianggap sebagai bisnis sampingan yang menjanjikan buat para advokat (pengurus organisasi) dan juga fakultas hukum. Betapa tidak, sarjana hukum yang jumlahnya puluhan ribu di seluruh Indonesia adalah pasar yang gurih.

 

Jadi wajar bila tidak sedikit penyelenggara PKPA di Jakarta yang berani memasang iklan secara mentereng di harian terbesar berskala nasional yang tarifnya mencapai puluhan juta sekali cetak. Semoga saja hal itu tidak akan membuat para calon advokat berorientasi menjadi advokat pencetak uang semata. Amin.

Menjelang pelaksanaan ujian advokat yang kabarnya akan diselenggarakan bulan November 2005, kini makin banyak pihak yang menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Bahkan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) yang boleh disebut sebagai pioneer pelaksana program itu di Jakarta, sudah memulai PKPA Angkatan II.

 

Di luar FHUI, masih banyak lagi pilihan penyelenggara PKPA yang semuanya mengaku telah mendapat akreditasi dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Dari pantauan hukumonline, setidaknya terdapat enam penyelenggara PKPA di Jakarta. Sebagian besar diselenggarakan atas kerjasama organisasi advokat dan perguruan tinggi.

 

Beberapa penyelenggara PKPA yang juga telah berjalan diantaranya yang dilaksanakan oleh Program Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan-DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya-Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

 

Sedangkan beberapa penyelenggara PKPA yang baru membuka pendaftaran peserta yaitu Lembaga Pendidikan Hukum Jakarta Study Center (LPHJSC)-DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara-HKHPM dan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), serta Yan Apul & Founners-DPP AAI.

Tags: