Silang Pendapat Ambang Batas dalam RUU Pemilu
Berita

Silang Pendapat Ambang Batas dalam RUU Pemilu

Yang banyak diperdebatkan ambang batas pemilihan presiden-wakil presiden.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pemilu jujur adalah impian. Foto: RES
Pemilu jujur adalah impian. Foto: RES
Pembahasan RUU Pemilu di DPR terus bergulir. Ketua Panitia Khusus (pansus) RUU Pemilu, Lukman Edy, mengatakan pembahasan RUU Pemilu sampai pada tahap menerima masukan dari berbagai pihak seperti organisasi masyarakat sipil yang fokus di bidang kepemiluan, akademisi, kementerian dan lembaga negara serta pers.

RUU Pemilu memuat lebih dari 500 pasal dan setiap fraksi punya daftar inventaris masalah (DIM) yang berbeda-beda yang jumlahnya sampai ribuan DIM. Politisi PKB itu mengatakan dari berbagai isu yang ada, ada 2 isu yang dia anggap krusial. Pertama, ambang batas perolehan suara partai politik untuk mengusung calon anggota parlemen (parliamentary threshold). Kedua,  ambang batas pemilihan Presiden serta Wakil Presiden (presidential threshold). (Baca juga: 9 Aturan RUU Pemilu Potensial Langgar Konstitusi).

Dalam draft RUU Pemilu yang diajukan pemerintah, parliamentary threshold diusulkan 3,5 persen seperti pemilu legislatif sebelumnya. Sebagian Fraksi mengusulkan beragam besaran ambang batas mulai dari 5 sampai 10 persen. Ada juga fraksi yang ingin parliamentary threshold ditiadakan.

Mengenai presidential threshold ada yang berpandangan perlu dihapus. Ambang batas pemilihan presiden dianggap sebagai salah satu dampak putusan MK tentang pemilu serentak. “Fraksi di pansus RUU Pemilu ada yang menyebut pemilu serentak otomatis meniadakan presidential threshold,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan sebuah stasiun radio di Jakarta, Sabtu (14/1).

Rekan Lukman di Komisi II DPR, Artheria Dahlan, melihat arah ketatanegaraan di Indonesia pasca amandemen UUD 1945 adalah penguatan sistem presidensil. Pemilu serentak mendesak partai politik tidak hanya mengutamakan kadernya untuk menempati kursi legislatif tapi juga calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusungnya. (Baca juga: DPR Desak Pemerintah Masukkan Draf RUU Pemilu).

Artheria mengatakan jika semangat parliamentary threshold adalah  penyederhanaan partai politik besaran ambang batas itu mestinya bukan 3,5 persen tapi 5-7 persen. Sebaliknya, untuk presidential threshold masih dalam perdebatan. “Harus ada langkah afirmatif menyikapi isu ambang batas ini,” urai politisi PDIP itu.

Wakil Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria, berpandangan parliamentary threshold tidak diperlukan karena sistem yang digunakan nanti pemilu serentak. Oleh karenanya perolehan suara dalam pemilu yang digelar lima tahun sebelumnya dinilai tidak tepat sebagai acuan. Begitu pula dengan presidential threshold. “Itu yang dibutuhkan untuk memperkuat partai politik,” usulnya.

Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, berpendapat lembaganya tidak ada persoalan mengenai ambang batas tersebut. Malah dia melihat semakin banyak calon dalam pemilu makin menguntungkan pemilih. “Sampai hari ini KPU tidak pada posisi menyikapi isu parliamentary dan presidential threshold kecuali sifatnya teknis. Kami hanya ingin RUU Pemilu memperkuat penyelenggara pemilu sehingga memastikan bisa bekerja mandiri (independen),” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait