Suap Tidak Hanya Merusak Reputasi Perusahaan
Berita

Suap Tidak Hanya Merusak Reputasi Perusahaan

Perlu langkah antisipatif perusahaan BUMN menghadapi dampak bisnis pandemi.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi uang yang akan diberikan untuk penyuapan. Foto: HOL
Ilustrasi uang yang akan diberikan untuk penyuapan. Foto: HOL

KPK telah menetapkan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, dinyatakan sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap dari perusahaan penyedia paket sembako bantuan sosial. Ini adalah kasus terbaru praktik suap yang berhasil diungkap aparat penegak hukum dan melibatkan pejabat tinggi pemerintahan Indonesia. Beberapa kasus lain yang melibatkan pejabat tinggi kepolisian sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus suap masih lumrah dijumpai dalam praktik di Indonesia. Tahun lalu, Lembaga Survei Indonesia merilis temuan memperkuat asumsi ini. Hampir 50 persen responden mengaku sering dan sangat sering memberikan suap untuk memperlancar urusan di pemerintahan. Pelakunya mulai dari petugas di meja layanan hingga pejabat yang punya otoritas mengambil keputusan.

Praktik suap menyuap memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Secara global, sesuai laporan Bank Dunia tahun 2018, biaya suap yang harus dibayar individu dan badan hukum mencapai 1 triliun dolar AS. Sebagian praktik suap itu justru melintasi batas-batas negara seperti yang terjadi dalam penyediaan mesin pesawat maskapai pelat merah Indonesia.

(Baca juga: KPK Tetapkan Menteri Edhy Prabowo Tersangka Suap).

Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan suap menyuap tidak hanya merusak reputasi perusahaan, apalagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Reputasi Pemerintah juga ikut tergerus. Dampaknya bahkan lebih luas dari sekadar reputasi. “Perusahaan membutuhkan biaya berlipat-lipat untuk mengembalikan kepercayaan pasar,” kata Adnan dalam webinar ‘Penerapan Commercial Integrity di BUMN dan Dampaknya Terhadap Penerimaan Negara’, Rabu (09/12).

Biaya berlipat-lipat itu bukan hanya untuk mengembalikan reputasi perusahaan, tetapi juga memenuhi denda yangt mungkin dijatuhkan pengadilan. Adnan memberi contoh pengalaman Vetco International Ltd. Untuk memenangkan kontrak di Nigeria, tiga anak perusahaan ini diduga memberikan suap kepada otoritas setempat. Pengadilan akhirnya menjatuhkan denda sebesar AS26juta kepada ketiga perusahaan karena pelanggaran atas Foreign Corrupt Practices Act (FCPA).

Di Indonesia, tidak kurang dari enam perusahaan, termasuk BUMN, dinyatakan KPK sebagai tersangka tindak pidana oleh korporasi. Riset yang dilakukan ICW menunjukkan dari 919 perkara korupsi yang disidangkan pada semester pertama 2020, suap menyuap menempati urutan kedua tertinggi setelah dakwaan korupsi keuangan negara. Tercatat ada 760 dakwaan korupsi keuangan negara, disusul 112 dakwaan penyuapan, dan pemerasan (32 perkara).

Ironisnya, perkara korupsi melibatkan BUMN. Dari 372 tersangka kasus korupsi, sebanyak 23 tersangka merupakan direksi dan karyawan BUMN, dan 13 tersangka merupakan Dirut atau karyawan BUMD. Praktik yang sulit diterima akal adalah perusahaan BUMN dalam status merugi masih terlibat praktik korupsi. Pemerintah, sebagai pemegang saham mayoritas di BUMN, ikut menanggung beban moral suap yang melibatkan perusahaan plat merah. “Suap membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah di berbagai sektor menjadi sangat rendah,” imbuh Adnan.

Tags:

Berita Terkait