Surat Telegram Kapolri Dinilai Langgar Hak Kebebasan Berpendapat
Utama

Surat Telegram Kapolri Dinilai Langgar Hak Kebebasan Berpendapat

Kapolri diminta segera merevisi dan menghapus peraturan yang mengancam kebebasan berekspresi, khususnya penghinaan presiden dan pejabat. Komnas HAM mengusulkan pihak yang melanggar terkait penanganan Covid-19, sanksinya bisa denda dan kerja sosial, bukan pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Dengan aturan yang jelas, maka aparat kepolisian dapat memiliki dasar yang khusus, bukan umum seperti yang biasa digunakan,” kata dia.

 

Pengaturan yang cenderung bersifat umum ini, menurut Anam menyebabkan praktek di lapangan bermacan-macam misalnya, ada yang terus melakukan imbauan agar masyarakat tidak berkumpul dan berkerumun. Ada juga aparat yang sampai membawa masyarakat yang berkumpul atau berkerumun ke kantor polisi, dan dilepas kembali setelah diproses.

 

“Menteri Kesehatan sebagai penanggung jawab PP No.21 Tahun 2020 diharapkan memberi kejelasan tentang ini. Kapan waktu, apa prasyarat, dan lokasinya, sehingga semua akuntabel,” usulnya.

 

Dia berharap semua pihak bekerja sama untuk melawan Covid-19. Masyarakat harus mematuhi imbauan jaga jarak fisik. Komnas HAM mengusulkan sanksi bagi pihak yang melanggar dalam rangka penanganan Covid-19, sanksinya berupa denda dan kerja sosial, bukan pidana.

 

“Pidana bisa dilakukan untuk kasus tertentu, misalnya pasien suspect Covid-19 melarikan diri dari pengobatan atau melakukan kejahatan terhadap penyalahgunaan alat-alat yang dibutuhkan tim medis,” ujarnya memberi contoh.

 

Berhak mengkritik

Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni mengkritik Surat Telegram Kapolri, salah satunya terkait penindakan tegas bagi penghina presiden dan pejabat pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 karena berpotensi abuse of power. "Aturan ini berbahaya sekali. Ini berpotensi abuse of power nanti ada yang kritisi sedikit, langsung ditindak Polisi," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/4/2020).

 

Dia mengingatkan Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga masyarakat berhak melakukan kritik terhadap Presiden dan pemerintah. Sahroni mengatakan dalam situasi yang memprihatinkan seperti saat ini, Polisi justru harus berfokus dan berkomitmen penuh untuk memberikan layanan dan melindungi masyarakat luas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait