Penilaian itu datang dari Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Lisyarti, dan Direktur LBH Jakarta Feby Yonesta. Menurut Retno, calon peserta SNMPTN dibatasi, antara lain tidak terbuka untuk mereka yang tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, dan butawarna baik sebagian maupun keseluruhan.
Syarat semacam itu, di mata Retno, mencerminkan sikap diskriminatif. Pemerintah seharusnya tidak menutup akses bagi penyandang disabilitas melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri. “Pemerintah harus mengakomodasikepentingan penyandang difabel, termasuk di bidang pendidikan,” katanya dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Senin (10/3).“Pemerintah seharusnya bisa mengakomodasi warna negara yang menyandang disabilitas tersbut, bukan malah membatasi,” sambung Retno.
Kritik lebih keras datang dari Feby Yonesta. “Kebijakan ini merupakan tindakan melawan hukum,” tegasnya.
Jika pemerintah tak meninjau ulang kebijakan diskriminatif kepada penyandang disabilitas, kata Feby Yonesta, LBH Jakarta dan jaringan masyarakat sipil akan menyiapkan langkah hukum. Pada tahap awal, disiapkan somasi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. “Kami akan melayangkan somasi kepada pihak yang bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tersebut,” ujar pria yang biasa disapa Mayong itu.
Sebagai seorang guru, Retno meminta pemerintah meninjau ulang bahkan menghapus syarat yang ‘melarang’ penyandang disabilitas ikut SNMPTN. Panitia dan pemerintah, kata dia, seharusnya ‘memberikan kesempatan kepada siapapun untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi’. “Kami sebagai guru berkeyakinan bahwa anak yang memiliki kemampuan intelektual yang baik disertai dengan kecakapan mental pasti dapat mengikuti pendidikan di jenjang apapun. Sehingga pemerintah seharusnya tidak boleh membatasi dengan adanya kebijakanatauperaturan ini,” ujarnya.
Mayong punya harapan yang sama. “Kami berharap segera mencabut persyaratan yang menghalangi penyandang disabilita menjadi peserta SNMPTN 2014 dan kemudian juga membuat kebijakan yang lebih terbuka bagi penyandang disabilitas”.