Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas Diharapkan Lintas Sektoral
Berita

Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas Diharapkan Lintas Sektoral

Lantaran RUU tersebut mencakup seluruh kehidupan dari penyandang disabilitas di Indonesia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas Diharapkan Lintas Sektoral
Hukumonline
Badan Legislasi (Baleg) DPR terus mengundang sejumlah pihak untuk meminta masukan terkait pembahasan RUU Penyandang Disabilitas. Kali ini, sejumlah penyandang disabilitas memperoleh kesempatannya untuk memberikan masukan ke dewan. Salah satu masukan yang mengemuka mengenai teknis pembahasan RUU.

Ketua Umum Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti berharap RUU ini bukan hanya dibahas oleh Komisi VIII saja, melainkan lintas komisi. Untuk teknisnya melalui panitia khusus (pansus) atau panitia kerja (panja), ia menyerahkan ke dewan.

“Jangan sampai RUU ini dibahas di Komisi VIII saja, harus lintas komisi,” kata Yeni di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (27/1).

Alasan pembahasan secara lintas sektoral, kata Yeni, karena substansi yang ada di RUU Penyandang Disabilitas menyangkut seluruh aspek kehidupan, bukan hanya terkait dengan mitra di Komisi VIII saja. Misalnya, di dalam RUU disebutkan mengenai hak memperoleh pendidikan, hak bekerja, transportasi, hukum hingga kesehatan.

“Jadi, leading sektor dalam menangani disabilitas di Indonesia bukan Kemensos (Kementerian Sosial), kalau bisa Wakil Presiden, minimal Kemenko Kesra (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat),” kata Yeni.

Menurutnya, saat ini ada dua naskah RUU Penyandang Disabilitas yang diajukan ke Baleg. Pertama, naskah yang dibuat oleh difabel dan kedua, naskah yang dibuat oleh non difabel. Ia berharap, dewan membahas naskah yang dibuat oleh penyandang disabilitas. Alasannya karena substansi RUU yang dibuat oleh penyandang disabilitas merupakan interpretasi dari kehidupan para difabel.

Terkait hal itu pula maka banyak pasal dalam RUU Penyandang Disabilitas yang diajukan para difabel. Ia berharap, hal ini tetap tak mengurangi pembahasan yang akan segera dilakukan dewan. “Jadi kawan-kawan DPR jangan kaget, kalau UU ini pasalnya akan banyak, karena mengatur seluruh kehidupan kami,” katanya.

Sekretaris Jenderal Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Rina Prasarani berharap, dalam pembahasan RUU tak banyak pemangkasan pasal maupun substansi. Menurutnya, tiap pasal yang diajukan sudah mewakili dari kebutuhan khusus para difabel. Terlebih lagi, selama ini para penyandang disabilitas sering mengalami diskriminasi. Atas dasar itu, pembahasan RUU ini harus lintas sektoral.

“Pada saat berpendidikan tidak punya kesempatan punya pekerjaan, saat bekerja tidak punya penghasilan yang cukup, sehingga kurang sejahtera, makanya draf RUU ini sangat detil. Kami ingin penyandang disabilitas punya kesempatan yang sama,” kata Rina.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Ariani Soekanwo mengatakan, RUU yang diajukan pihaknya merupakan kodifikasi dari konvensi PBB tentang hak penyandang cacat. Atas dasar itu, seluruh hak yang menyangkut kehidupan para difabel tertuang di dalam RUU.

“Hak-hak disabilitas multi sektoral dan terkodifikasi menjadi satu. Makanya RUU itu jadih lebih tebal,” kata Ariani.

Ia berharap dalam pembahasan RUU nantinya ada beberapa perwakilan dari penyandang disabilitas yang ikut dilibatkan. Tujuannya agar RUU Penyandang Disabilitas lebih sempurna. “Kami inginkan pembahasan mengikutkan beberapa wakil untuk lebih mengawal penyempurnaan draf ruu disabilitas,” katanya.

Anggota Baleg Didi Irawadi Syamsuddin sepakat bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga negara yang lain. Tujuannya agar, ke depan penyandang disabilitas memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi. Ia berharap pembahasan RUU ini tak memakan waktu lama. Bila perlu, RUU dapat disahkan sebelum periode 2009-2014 berakhir.

“Kami berharap seluruh fraksi di Baleg mendukung secepatnya bisa tuntas, dalam periode ini selesai. Saya sepakat seluruh kehidupan penyandang cacat equal dengan pihak lain bukan karena belas kasihan,” kata Didi.

Wakil Ketua Baleg Dimyati Natakusumah mengatakan, hak untuk setiap orang sudah tercantum di UUD 1945. Mulai dari hak memperoleh pekerjaan, agama, perlindungan keamanan kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi telah dijamin oleh negara. Atas dasar itu, ia berjanji akan memenuhi keinginan dari para difabel yang tertuang di RUU Penyandang Disabilitas.

Meski begitu, pembahasan bukan hanya dilakukan oleh dewan semata. Melainkan juga melibatkan pemerintah yang memiliki argumentasi sendiri. Terkait permintaan untuk bisa diikutsertakan dalam pembahasan, Dimyati mengatakan bahwa rekan-rekan difabel dapat memonitor jalannya pembahasan RUU sehingga mengetahui prosesnya secara detil. “Supaya hasilnya sesuai keinginan kita semua,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait