Tanggung Jawab Maskapai Saat Penumpang Tertular Covid-19
Berita

Tanggung Jawab Maskapai Saat Penumpang Tertular Covid-19

Risiko penularan Covid-19 tetap menghantui penumpang pesawat. Perlu diketahui, penumpang pesawat berhak mendapat ganti rugi jika tertular Covid-19 saat menggunakan transportasi udara.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Skenario operasional bandara menciptakan ragam variasi dalam menentukan kapan tanggung jawab bandara dimulai dan maskapai berakhir. Bisa jadi tanggung jawab Angkasa Pura I lebih besar ketimbang Angkasa Pura II, atau sebaliknya, setelah menelaah strategi mitigasi resiko masing-masing. Divisi hukum masing-masing operator bandara perlu mengidentifikasi segala probabilitas yang mungkin tercipta. Tujuannya tidak lain meminimalisir kompensasi sebagai wujud tanggung jawab (liability) yang perlu diberikan ketika terjadi kasus penularan Covid-19 kepada penumpang.

Bodily injury atau cedera fisik yang dimaksud mensyaratkan terjadinya kontak fisik dengan penumpang. Beberapa kasus yang lazim terjadi dalam kondisi normal diantaranya penumpang cedera akibat tertimpa bagasi kabin atau ketumpahan minuman panas saat disungguhkan kru pesawat. Termasuk pula kasus penumpang jatuh terpeleset ketika melintasi garbarata. Maskapai penerbangan bertanggung jawab mutlak terhadap keadaan penumpang. Hal ini berlaku terlepas ada tidaknya unsur kesengajaan atau kelalaian (negligence) kru pesawat beserta pihak lain yang ditunjuk sebagai agennya.

Penerbangan Domestik dan Hukum Nasional

Ridha juga menyampaikan UU Penerbangan beserta Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara hadir sebagai hukum positif yang relevan. Rezim hukum nasional sebagaimana umumnya berlaku bagi penerbangan domestik banyak terinspirasi konsep Warsaw Convention 1929 maupun Montreal Convention 1999. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi.

Pasal 141 ayat (1), (2), dan (3) UU Penerbangan menyebutkan: (1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.

(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.“

Menurut Ridha, konten di atas menyebutkan cedera fisik atau luka-luka penumpang sebagai perhatian utama. Seandainya mengacu kepada Montreal Convention 1999, maka definisi luka-luka dapat diperluas hingga kesehatan penumpang.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait