Target Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Terlalu Optimis
Berita

Target Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Terlalu Optimis

Perkembangan ekspor akan melemah akibat menurunnya permintaan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini. Foto: SGP
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini. Foto: SGP

Tiga ekonom diundang Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk memberikan masukannya terkait pembahasan RUU APBN 2014. Salah satu ekonom yang hadir adalah Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini. Ia menilai target pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam RUU APBN 2014 sebesar 6,4 persen adalah angka yang terlalu optimis.

Dikatakan optimis lantaran terdapatnya gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Menurut Hendri, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 tak akan jauh dari tahun 2013 yakni sekitar enam persen. "Angka 6,4 persen bukan angka pertumbuhan yang terlalu optimis. Tapi karena kita menghadapi struktur ekonomi yang seperti sekarang maka 6,4 menjadi angka yang optimis," katanya di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (4/9).

Ia menjelaskan, ekspor yang merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi tersebut akan melemah pada 2014 lantaran terdapatnya penurunan permintaan dari luar negeri. Apalagi, kondisi perekonomian global di tahun 2014 akan membaik. "Ekonomi global membaik, harga komoditas baik, tapi ini tidak serta merta perbaiki eskpor karena negara maju sudah stok (barang, red)," katanya.

Dari karakteristik ekspor Indonesia, tercatat sekitar 60-70 persen ekspor berasal dari energi dan bahan baku. Namun, dengan adanya perbaikan ekonomi global maka terjadi pergeseran permintaan ekspor yang semula bahan baku menjadi barang jadi. Padahal, ekspor barang jadi dari Indonesia hanya sekitar 40 persen. Beda dengan China yang mengekspor barang jadi sekitar 90 persen.

Atas dasar itu, Hendri menyarankan agar pemerintah membuka pasar baru bagi ekspor dalam negeri. Menurutnya, jika terjadi perbaikan ekonomi di negara-negara maju, maka permintaan akan lebih kepada barang jadi. "Kalau terjadi recovery di negara-negara maju, maka yang akan pertama ada permintaan adalah bahan barang jadi," katanya.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan, tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia tak dibarengi dengan tumbuhnya di sektor-sektor yang diminati masyarakat. "Pertumbuhan ekonomi tinggi tapi keropos, karena yang tumbuh hanya sektor-sektor yang tidak menghasilkan barang non tradable," katanya.

Menurut Enny, yang dimaksud barang non tradable adalah sektor yang tidak bisa menyanggupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Atas dasar itu, kebutuhan impor Indonesia akan semakin terus terjadi. Ia menyarankan, sektor-sektor tradable harus terus digenjot pemerintah.

Tags: