Tarif Cukai Hasil Tembakau Tak Setinggi Draft Awal
Fokus

Tarif Cukai Hasil Tembakau Tak Setinggi Draft Awal

UU Cukai telah disahkan akhir pekan lalu. Perdebatan mengencang pada poin besaran tarif, dana bagi hasil buat daerah penghasil tembakau, serta klausul jangka waktu pelunasan. Bahkan, poin terakhir ini sempat berbuah deadlock.

Ycb
Bacaan 2 Menit

 

UU Cukai, Pasal dan Ayat Terpilih

Pasal 5

(1) Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

a. Untuk yang dibuat di Indonesia:

1. 275 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik (HJP); atau

2. 57 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran (HJE).

 

b. Untuk yang diimpor:

1. 275 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 57 persen dari harga dasr apabila harga dasar yang digunakan adalah HJE.

 

(2) BKC lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

a. Untuk yang dibuat di Indonesia:

1. 1.150 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah HJP; atau

2. 80 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah HJE.

 

b. Untuk yang diimpor:

1. 1.150 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 80 persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah HJE.

Pasal 7A

(1) Pelunasan cukai pembayarannya dapat dilakukan secara berkala dalam jangka waktu paling lama 45 hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai tanpa dikenai bunga.

(2) Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu:

a. Paling lama 90 hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai

b. Paling lama 45 hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.

Pasal 66A

(1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persen yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.

(4) Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30 persen untuk provinsi penghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kota lainnya.

Pasal 66D

(1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyalurandana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau diatur dengan peraturan menteri.

 

Bagi Hasil untuk Daerah Penghasil Tembakau

Ada satu poin baru yang cukup menarik, yakni dana bagi hasil untuk daerah penghasil tembakau. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 66A, 66B, 66C, dan 66D. Irmadi menjelaskan, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau akan dibagikan kepada provinsi penghasilnya sebesar 2 persen. Selanjutnya, realisasi dana segitu dibagikan kepada provinsi itu sendiri sebesar 30 persen, kota/kabupaten penghasil sebesar 40 persen, dan kota/kabupaten lainnya yang masih seprovinsi sebesar 30 persen.

 

Caranya, lewat pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum provinsi dan rekening kas umum kota/kabupaten. Tentu saja bagi-bagi hasil ini atas persetujuan Menteri Keuangan. Bagi hasil tersebut muncul dalam Dana Alokasi Umum (DAU) pada Anggaran Pendapatan dan Belanjad Daerah (APBD).

 

Ani mengingatkan, bagi hasil ini untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan, di antaranya untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta pemberantasan BKC ilegal.

 

Wakil Ketua Panitia Anggaran (Panggar) Ahmad Hafiz Zawawi gembira dengan adanya ketentuan anyar ini. Tapi, setiap daerah juga harus siap. Ini berdampak peralihan belanja dari pusat ke daerah. Masalahnya, ada beberapa kendala. Misalnya persiapan pencairan APBD. Pemerintah juga perlu mempersiapkan instrumen aturan yang memperlancar belanja daerah, ujar Hafiz yang dari Fraksi Partai Golkar ini.

 

Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Suprijadi menggambarkan, daerah yang 'basah' cukai tembakau antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, baru disusul Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatra Utara, dan lainnya.

 

Darjoto mengingatkan, dengan berlakunya ketentuan itu, Pemda harus meningkatkan mutu pengawasannya. Dana tersebut harus sesuai dengan sasaran peruntukannya. Tentu ini tantanga bagi Pemda untuk menerapkan pengawasan melekat.

Tags: