Terkait Surat Ketua MK, Terbuka Peluang Untuk Turunkan Harga BBM
Utama

Terkait Surat Ketua MK, Terbuka Peluang Untuk Turunkan Harga BBM

Pihak yang menginginkan penurunan harga BBM dapat mengajukan judicial review ke MA

CR-1
Bacaan 2 Menit
Terkait Surat Ketua MK, Terbuka Peluang Untuk Turunkan Harga BBM
Hukumonline

 

Secara substantif menurut Denny, dalam putusan MK membatalkan pasal dalam UU Migas yang menyatakan penetapan harga BBM adalah penetapan atas mekanisme pasar. Artinya jadi kalau penetapan hanya semata-mata penetapan pasar, maka menurut MK itu bertentangan dengan pasal 33 UUD, tutur Denny. Ia menilai MK dalam suratnya tesebut, secara implisit mengatakan jika Perpres tersebut bertentangan dengan UUD.

 

Yang menjadi persoalan kata Denny yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Court Monitoring, MK tidak bisa masuk ke wilayah itu, karena pengujian peraturan dibawah UU, seperti Perpres ini adalah yurisdiksi Mahkamah Agung.

 

Oleh karena itu, menurut Denny terbuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dengan mengajukan judicial review ke MA dan kalau MA konsisten dengan putusan MK, maka perpres itu menjadi batal, harusnya mereka satu nafas karena bertentangan dengan UU yang menurut MK bertentangan dengan UUD. Kalau MA tidak neko-neko, MA harusnya mengatakan Perpres ini batal, kata Denny.

Kenaikan harga BBM sudah berlaku. Secara yuridis, kenaikan harga itu sudah dipayungi Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2005. Di tengah keberatan banyak warga atas kenaikan itu, muncul perdebatan menyangkut payung hukumnya. Perdebatan itu mencuat setelah terungkapnya surat Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada Presiden. Dalam jumpa persnya Senin (10/10), Jimly membenarkan dirinya telah berkirim surat ke Presiden.

 

Dalam suratnya, Jimly memberitahukan jika konsideran atau acuan dalam pembuatan Perpres tidak dapat lagi hanya mengacu kepada UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Menurut Jimly, UU tersebut dapat dijadikan rujukan bagi pembentukan Perpres sepanjang menggunakan UU yang telah berubah dengan Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 pada tanggal 21 Desember 2004.

 

Dalam suratnya kepada Presiden, Jimly menyatakan jika lembaganya tidak bermaksud menilai sesuatu kebijakan pemerintah ataupun materi Perpres. Ia mengelak berkomentar saat ditanya apakah ini membuka kesempatan untuk merubah harga BBM, Tanya aja pengamat, tutur Jimly.

 

Menanggapi surat MK ini, Denny Indrayana, pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada menyatakan ada dua kekeliruan yang dibuat pemerintah, yakni kesalahan teknis perundang-undangan dan kesalahan substantif. Sama seperti Jimly, menurut Denny, secara teknis dalam konsideran Perpres harusnya  disebutkan kata-kata UU Migas yang sebagian diubah dengan putusan MK.

Tags: