Terpidana Mulyana Cabut Permohonan Banding
Utama

Terpidana Mulyana Cabut Permohonan Banding

Trend untuk kasus korupsi penghukuman di tingkat banding relatif sama dan malah bisa diperberat.

CR-1
Bacaan 2 Menit
Terpidana Mulyana Cabut Permohonan Banding
Hukumonline

 

Ketiga, pencabutan permohonan banding ini dilakukan dengan harapan, penerimaan putusan pengadilan negeri tidak perlu menjadi rujukan bagi terpidana kasus-kasus tindak pidana korupsi lain di KPU. 

 

Sira mengutarakan, alasan kedua yang menjadi pertimbangan utama kliennya menabut permohonan banding.  Trend untuk kasus korupsi penghukuman di tingkat banding cenderung sama, malah bisa meningkat, tutur Sirra. 

 

Sirra mengaku tidak ingin nasib Abdullah Puteh menimpa kliennya.  Seperti diketahui, dalam kasus Puteh, hukuman Gubernur nonaktif Nanggroe Aceh Darussalam diperberat di tingkat kasasi. 

 

Keputusan untuk mencabut permohonan banding ini menurut Sirra dicapai pada 24 September 2005, setelah dilakukan diskusi panjang dengan Mulyana.  Agaknya, Mulyana meniru jejak Sussongko Suhardjo, wakil Sekretaris Jenderal KPU yang menerima putusan pengadilan korupsi saat divonis penjara dua tahun enam bulan. 

Mulyana Wira Kusumah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang divonis penjara dua tahun tujuh bulan oleh Pengadilan Korupsi mencabut permohonan banding.  Hal ini disampaikan Sirra Prayuna, penasihat hukum Mulyana di PN Jakarta Pusat, Jumat (30/9).

 

Menurut Sirra, berdasarkan Pasal 235 ayat (1) KUHAP, selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, pengajuan banding dapat dicabut sewaktu-waktu.  Ia menguraikan ada tiga  alasan yang menyebabkan Mulyana mencabut permohonan banding yang resmi diajukan pada 19 September lalu. 

 

Pertama, segenap fakta dan argumen pembelaan mengenai peristiwa pidana yang didakwakan terhadap Mulyana sudah dituangkan, baik dalam pledoi terdakwa dan penasihat hukum, maupun duplik penasihat hukum di persidangan.  Sehingga, publik dapat memberikan penilaian objektif mengenai putusan pengadilan yang telah dijatuhkan. 

 

Kedua, setelah menganalisis pola penghukuman (patterns of punishment) pada tingkat banding, untuk kasus-kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nampaknya menganut kebijakan institusional terpadu dalam pemidanaan kasus-kasus tindak pidana korupsi.  Maka dapat disimpulkan pengajuan banding berisiko tinggi atas ditingkatkannya pemidanaan. 

Tags: