Tiga Tokoh Raih Muhammad Yamin Award
Utama

Tiga Tokoh Raih Muhammad Yamin Award

Penghargaan ini bermakna agar generasi penerus tidak melupakan jasa-jasa Muhammad Yamin dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Tiga penerima Muhammad Yamin Award: Adnan Buyung Nasution (empat dari kanan), Sri Soemantri (ketiga dari kanan), dan Budiman Tanuredjo (kedua dari kanan). Foto: Istimewa
Tiga penerima Muhammad Yamin Award: Adnan Buyung Nasution (empat dari kanan), Sri Soemantri (ketiga dari kanan), dan Budiman Tanuredjo (kedua dari kanan). Foto: Istimewa
Menjelang penutupan Konferensi Hukum Tata Negara 2014 di Sawahlunto, Sumatera Barat, sebuah perhelatan besar digelar: Anugerah Konstitusi Muhammad Award 2014. Penganugerahan ini untuk mengenang Muhammad Yamin sebagai salah satu pahlawan nasional yang sangat berjasa terhadap bangsa ini terutama saat perumusan konstitusi Indonesia pada Juni 1945.

Untuk memilih tokoh yang layak mendapat anugerah, panitia membentuk Dewan Juri yang terdiri dari Yudi Latif, sejarawan Anhar Gonggong, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Yuliandri, mantan hakim konstitusi Laica Marzuki, dosen UII Yogyakarta Ni’matul Huda, dan akademisi UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar.

Setelah bekerja, Dewan Juri menetapkan tiga kategori bagi yang berhak menerima Anugerah itu yakni kategori Lifetime Achievement, Karya Monumental, dan Jurnalis Konstitusi. Alhasil, pilihan jatuh kepada Advokat Senior Adnan Buyung Nasution untuk Karya Monumental. Untuk kategori Lifetime Achievement dianugerahkan kepada Guru Besar Emeritus FH Universitas Padjajaran Prof HR Sri Soemantri Martosoewignjo, dan Jurnalis Konstitusi diraih wartawan Kompas Budiman Tanuredjo.

Ketiga tokoh dipilih lantaran dinilai berjasa dalam mengamalkan nilai-nilai konstitusi sesuai kiprahnya masing-masing. Anhar Gonggong mengatakan Adnan Buyung pernah berkiprah sebagai jaksa, anggota MPR/DPR, advokat. Buyung dinilai sebagai tokoh yang kritis terhadap ketidakadilan. Pendiri YLBHI ini menghasilkan karya desertasinya yang sangat monumental terkait Konstituante Indonesia yang bersidang sejak 10 November 1956 sampai 2 Juni 1959.

“Dia mengkritik fakta sejarah yang ditulis pemerintah Orde Baru yang menilai Konstituante gagal dalam mengemban tugasnya. Padahal, Konstituante bukan gagal, tetapi digagalkan. Buku berjudul ‘Aspirasi Pemerintahan Konstituante Konstitusional di Indonesia : Studi Sosio Legal’ yang mengungkap ada perjuangan besar untuk memperluas partisipasi politik. Ini bukti karya monumental ketatanegaraan,” kata Anhar saat mengumumkan Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin Award 2014 di Sawahlunto Sumatera Barat, Sabtu (31) malam.

Laica Marzuki menurutkan, di usianya yang semakin senja Sri Soemantri (88) tetap mengabdikan dirinya sebagai pengajar hingga menjadi sebagai ketua Komisi Konstitusi. Karyanya yang monumental ketika dia menulis desertasi yang berjudul “Sistem dan Prosedur Perubahan UUD 1945” pada 1978. Padahal, saat itu orang tabu membicarakan perubahan UUD 1945. “Dia termasuk guru hukum konstitusi yang penuh perjuangan dan pengabdian,” kata Laica.

Juri lain, Ni’matul Huda memandang Budiman secara konsisten menulis isu ketatanegaraan dan konstitusi baik dalam bentuk feature maupun investigasi di harian Kompas. Meski berlatar belakang insinyur, Budiman menunjukan kedalaman pemahaman tentang isu ketatanegaraan, konstitusi, dan HAM. Hingga dia menelorkan beberapa buku dengan tema tersebut.

“Puncaknya, dia menulis karya-karyanya secara sistematis di Kompas menyangkut proses amandemen UUD 1945 pada 1999-2002. Kapabilitas, konsistensi, dan gairah terhadap isu ketatanegaraan melalui karya jurnalistiknya menjadikan Dewan Juri memilih nama ini peraih Muhammad Yamin Award kategori Jurnalis Konstitusi,” kata Ni’matul.        

Sangat berjasa
Sebelumnya, dalam sambutannya, Ketua Panitia Acara Konferensi Nasional Hukum Tata Negara dan Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin, Prof Saldi Isra mengatakan nama Muhammad Yamin dipilih karena sangat berjasa dalam mendesain negara ini, pemikirannya melampaui zamannya di bidang hukum tata negara, dan generasi penerus diharapkan tidak melupakan jasa-jasa beliau.

“Malam ini pada 31 Mei 1945 silam Yamin bersama rekan-rekannya mengakhiri rapat pertama BPUPKI, muncul dasar negara yang disebut Pancasila. Beliau pernah mengusulkan agar ada semacam judicial review UU terhadap UUD 1945, beliau bersama Muhammad Hatta mengusulkan pengaturan detil soal HAM dalam UUD 1945,” ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas ini.

Muhammad Yamin dilahirkan di Talawi SawahluntoSumatera Barat pada 24 Agustus 1903. Dia terlahir dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah.Selain ahli hukum, dia dikenal sebagai, sejarawan, budayawan, politikus, sastrawan yang karya-karya puisinya (soneta) cukup banyak. Dia menikahi Siti Sundari, seorang bangsawan Demak pada 1937 yang dikarunia seorang anak bernama Rahadian Sinayangish Yamin.

Yamin kecil mengenyam pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, berlanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Setelah lulus dari Rechtshoogeschool te Batavia dengan gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum) pada 1932, dia sempat berprofesi sebagai advokat pada 1932-1945 di Pengadilan Istimewa Jakarta. Sebelumnya, dia aktif di organisasi Jong Sumatera Bonddan menyusun ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II pada 1926.

Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran sebagai perumus UUD 1945. Salah satu yang fenomenal, dia mengusulkan agar HAM dimasukkan dalam konstitusi. Dia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia mencakup SarawakSabahSemenanjung MalayaTimor Portugis, dan semua wilayah Hindia Belanda.

Pasca kemerdekaan, jabatan-jabatan penting pernah dipegangnya. Antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953–1955), Wakil Ketua Pemilihan Umum (1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional (1960), Ketua Dewan Pengawas LKBN Antara (1961–1962). Yamin ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1973. Ia tutup usia pada 17 Oktober 1962 di RSPAD Jakarta dan dimakamkan di tempat kelahirannya.
Tags:

Berita Terkait