Tolak Perusahaan Tambang, Warga Masyarakat Adat Dihukum Pengadilan
Berita

Tolak Perusahaan Tambang, Warga Masyarakat Adat Dihukum Pengadilan

Pengacara terdakwa berdalih karena perbuatan dilakukan masyarakat adat, maka kesalahan tak bisa ditimpakan kepada ketiga terdakwa.

Mys
Bacaan 2 Menit
Tolak Perusahaan Tambang, Warga Masyarakat Adat Dihukum Pengadilan
Hukumonline

Perseteruan hubungan perusahaan tambang dengan warga masyarakat adat kembali makan korban. Kemarin (24/5), Pengadilan Negeri Sintang Kalimantan Barat menjatuhkan hukuman 4 bulan 5 hari terhadap tiga tokoh adat Ketemenggungan Dayak Limbai. Ketiga warga masyarakat adat itu adalah Bambang bin Nail –bukan Nai’i seperti ditulis sebelumnya--, Alfonsius Iyon, dan Sergius Selamat. Bambang menjabat sebagai kepala desa, Iyon Kepala Dusun Pelaik Keruap, dan Selamat sebagai Ketua RT.

 

Majelis hakim dipimpin Ramses Pasaribu menilai ketiganya terbukti bersalah dengan sengaja menahan (merampas kemerdekaan) orang atau meneruskan tahanan itu tanpa hak. Perbuatan Bambang, Iyon dan Selamat dianggap melanggar pasal 333 ayat (1) KUHP.

 

Ketiga terdakwa tak perlu menjalani masa hukuman tersebut karena lamanya vonis yang dijatuhkan dipotong masa tahanan. Sebelum vonis, ketiganya juga sudah tidak ditahan. Meski vonis yang dijatuhkan majelis tak lagi harus dijalani, pengacara ketiga terdakwa bersepakat untuk mengajukan banding. Pengacara ketiga terdakwa, Yonas Dunasta, mengatakan putusan majelis tidak adil bagi ketiga terdakwa. Yonas tetap percaya kliennya tidak bersalah. Pertama, ketiga terdakwa bersama-sama warga masyarakat adat Pelaik Keruap mempertahankan hak mereka yang terancam akibat rencana eksplorasi tambang PT MUG. Kedua, menjadi aneh jika pertanggungjawaban pidana hanya ditimpakan kepada ketiga terdakwa padahal perbuatan yang dituduhkan dilakukan bersama-sama warga lain.

 

Hingga Senin malam, tim pengacara dan warga masyarakat masih mengadakan rapat untuk memastikan sikap selanjutnya. “Prinsipnya tim pengacara sepakat banding. Tetapi sepenuhnya tergantung pada masyarakat,” ujar Yonas.

 

Romo A. Ubin, tokoh agama yang ikut menyaksikan jalannya sidang, mengecam putusan hakim. Ia menilai sejak awal persidangan hakim sudah tidak menunjukkan independensi. Pertimbangan dalam putusan pun lebih banyak bersandar pada kerangka pemikiran yang dibangun jaksa. Pembelaan ketiga terdakwa tak dipertimbangkan dengan saksama.

 

Peristiwa yang menjerat ketiga warga masyarakat adat Pelaik Keruap itu terjadi pada 11 Mei 2009 silam. Seperti diuraikan jaksa Fatizaro Zai dalam surat dakwaan, bermula dari kedatangan rombongan karyawan PT Mekanika Utama Group (MUG) Bong Hie Thjan alias Ahie alias Sarmanto, Alungku Marianus, Hendra Hariawan, Ilham, Hendri, ditemani Jabarudin (staf kantor Camat Menukung), Edi Slamet Cahyono (anggota Polsek Menukung), Junaidi (staf Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Melawi), dan Igon (Temenggung Pelaik Keruap). Mereka melakukan survei di Dusun Guhung Desa Tanjung Beringin. Kedatangan rombongan ini dicurigai warga berkaitan dengan rencana eksplorasi tambang di hutan adat Pelaik Keruap.

Tags: