Tolak RUU Kesehatan, Begini 7 Catatan Fraksi PKS
Terbaru

Tolak RUU Kesehatan, Begini 7 Catatan Fraksi PKS

Penyusunan RUU Kesehatan seharusnya mencakup seluruh perbaikan sistem kesehatan sebagaimana amanat konstitusi. Tapi ada kejanggalan bagi F-PKS. Antara lain adanya kerawanan mengenai tenaga medis dan kesehatan asing dapat berpraktik pada fasilitas pelayanan kesehatan dalam negeri dalam rangka investasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ledia Hanifa Amalia. Foto: dpr.go.id
Ledia Hanifa Amalia. Foto: dpr.go.id

Badan Legislasi (Baleg) menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan diboyong dalam rapat paripurna untuk mendapat persetujuan menjadi usul insiatif DPR. Kendati mayoritas fraksi partai memberikan persetujuan, lain halnya dengan Fraksi Partai Kesejahteraan Sejahtera (F-PKS) yang secara tegas menolak RUU Kesehatan.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan kesepakatan pengambilan keputusan di tahap Baleg terhadap RUU Kesehatan mayoritas fraksi memberikan persetujuan. Hal itu terlihat dari masing-masing fraksi partai membacakan pandangan mininya, delapan fraksi menyatakan persetujuannya. Dari sembilan fraksi hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang menolak RUU Kesehatan diboyong ke dalam rapat paripurna untuk mendapat persetujuan menjadi usul insiatif.  

“Delapan menyatakan persetujuan untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni paripurna menjadi usulan inisiatif DPR,” ujar Achmad Baidowi di ruang Baleg Komplek Gedung Parlemen, Selasa (7/2/2023) malam.

Juru bicara F-PKS Ledia Hanifa Amaliah  dalam pandangan mini fraksinya mengatakan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan belum mampu menjawab kompleksitas penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang makin bergantung pada teknologi kesehatan, mahal dan rumit. Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan mahal menuntut penanganan profesional.

Tapi juga diselenggarakan oleh institusi handal dan menuntut metode penyelenggaraan yang mampu bekerja efektif, efisien, dan sekaligus memuaskan. Penyusunan dan pembahasan RUU tentang Kesehatan menggunakan metode omnibus law mewajibkan harus dilakukan secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan. Dengan demikian, tidak ada pengaturan yang luput, kontradiksi.

“Dan bahkan, baru diundangkan sudah diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak lama kemudian harus direvisi atau bahkan menimbulkan kontroversipolemik yang berlarut-larut.,” ujarnya.

Baca juga:

Tags:

Berita Terkait