Tony Wenas, Terdepan Menjaga Etika Bisnis dalam Perusahaan
CEO of the Month

Tony Wenas, Terdepan Menjaga Etika Bisnis dalam Perusahaan

Di tahun 2022 saja, PT Freeport Indonesia mengklaim perusahaan telah memberi penerimaan negara dari pajak, royalti, deviden, dan pungutan lainnya mencapai Rp 55 triliun. Tony Wenas menekankan pentingnya corporate value menjadi pedoman bagi perusahaan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 7 Menit

Pria kelahiran Jakarta, 8 April 1962 itu mengaku kerap membagikan cara bekerja dan kiat-kiatnya melalui arahan maupun sharing session secara berkala bersama para karyawan PTFI. Sebut saja, ketika memberi perintah, sosok yang juga merupakan Wakil Ketua Bidang Penanaman Modal Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) ini selalu menerangkan dan menjustifikasi arahannya kepada karyawan.

Ia pun menanamkan nilai-nilai penting bagi seluruh jajaran perusahaan. “Melakukan segala sesuatu itu dengan disiplin, jujur, fokus, dan tulus. Dan jangan lupa untuk selalu mengandalkan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa,” ujar pria yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Indonesian Mining Association (IMA) itu.

Selain itu, corporate value yang menjadi pedoman perusahaan merupakan salah satu hasil buah pemikiran Tony yang mulai diterapkan pada tahun 2019. Awalnya, PTFI hanya memiliki corporate value hanya aspek keselamatan (safety), meskipun bagus tetapi baginya masih harus dilengkapi dengan aspek lain, seperti integrity, respect, commitment, untuk menjadi excellence. Kelima nilai itulah yang bukan hanya menjadi pijakan tata kelola perusahaan, tapi juga menuntut perilaku seluruh karyawan PTFI agar mengedepankan etika bisnis dalam perusahaan.

“Jadi, kami punya corporate value yang namanya SINCERE: Safety, Integrity, Commitment, Respect, dan Excellence. Ini kami sebarluaskan dalam setiap kesempatan saya selalu sampaikan jangan lupa SINCERE itu harus diterapkan bukan hanya di pekerjaan, tapi juga di kegiatan (interaksi) kita sehari-hari.”

Sebagai seorang yang mulanya bertugas menjadi in-house counsel dan kini menduduki pucuk pimpinan perusahaan tambang besar di Indonesia, Tony melihat perbedaan mendasar keduanya jelas berada pada lingkup pekerjaan. Seorang Presdir jelas memikul tugas dengan lingkup yang lebih luas dibandingkan in-house counsel. Tapi, dengan berbekal pengalaman sebagai in-house counsel, setiap pengambilan keputusan perusahaan senantiasa ia memperhatikan aspek hukum. 

“Itu sebuah keuntungan buat saya atau buat siapapun yang memahami masalah legal (hukum) untuk menjadi pimpinan perusahaan. Kalau melanggar hukum, kita kan bisa dipenjara. Semua perusahaan kepatuhan hukumnya harus tinggi. Tidak boleh perusahaan melanggar hukum. Semua perusahaan harus mematuhi hukum, bahkan setiap warga negara harus mematuhi hukum,” tegasnya.

Hukumonline.com

Maka dari itu, baik divisi legal maupun divisi-divisi lainnya harus saling bersinergi dalam mendukung jalannya perusahaan. “Tadi saya bilang, (CEO) sebagai orchestrator yang memimpin fungsi-fungsi ini supaya semua saling sinergi dengan cara yang tepat dan sesuai. Kapan fungsi tertentu harus dominan, itulah pentingnya seorang CEO,” ucapnya.

Tags:

Berita Terkait