Namun, faktanya kendaraan alat berat diperlakukan sama dengan kendaraan bermotor pada umumnya yang harus memenuhi persyaratan uji tipe dan berkala. Padahal, uji tipe dan berkala tidak akan pernah dapat terpenuhi karena alat berat memiliki bahan karakteristik yang berbeda dengan kendaraan bermotor. Akibatnya, pemohon tidak bisa berusaha gara-gara alat-alat berat tidak bisa memenuhi persyaratan kendaraan bermotor.
Ketentuan itu dianggap merugikan hak konstitusional pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar prinsip persamaan dan keadilan. Atas dasar itu, dia mereka meminta Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 alias dicabut.
menyatakan uji berkala yang dilakukan terhadap alat berat sudah tepat jika merujuk Pasal 48 ayat (1) UU LLAJ. Dalam Pasal itu jelas disebutkan setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Karenanya, dapat diartikan yang dikenakan persyaratan teknis dan laik jalan ini hanya kendaraan bermotor termasuk alat berat yang dioperasikan di jalan. Sedangkan, alat berat yang dimiliki para pemohon tidak dioperasikan di jalan raya, tetapi hanya sebagai alat produksi.
“Atas dasar itu, DPR berpandangan Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c dari UU LLAJ sudah tepat dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga tidak terdapat kerugian konstitusional yang dialami para pemohon,” ujar Kuasa Hukum DPR, Arsul Sani di ruang sidang MK, Senin (23/2).
Menurutnya, pengujian terhadap Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e UU LLAJ tidak bisa dijadikan objek pengujian undang-undang di MK. Hal yang diujikan ke MK hanya penjelasan atas norma, bukan pasal. Karenanya, objek pengujian ini bukanlah konstitusional review, melainkan konstitusional complain.
“Dengan demikian, pemerintah menilai pemohon telah keliru menafsirkan Pasal 47 ayat (2) huruf e karena sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945. Justru, pasal itu telah memberikan perlindungan hukum bagi pengelola alat berat,” tegasnya.
Sebelumnya, tiga perusahaankontraktor yakni PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, PT Marga Maju Japan mempersoalkan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ yang menempatkan kendaraan alat-alat berat sebagai kendaraan bermotor. Pemohon memandang kendaraan alat-alat berat ini merupakan alat produksi berbeda dengan kendaraan bermotor sebagai alat/moda transportasi barang/orang.