Urgensi Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi
Terbaru

Urgensi Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi

Peraturan khusus yang memberi perlindungan data pribadi sangat mendesak seiring tingginya pemanfaatan teknologi informasi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Webinar Nasional Hukum bertema Pelindungan Data Pribadi, Rabu (15/6). Foto: RES
Webinar Nasional Hukum bertema Pelindungan Data Pribadi, Rabu (15/6). Foto: RES

Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi masih jalan di tempat. Tarik-menarik antara pemerintah dengan DPR tak kunjung membuat draf RUU PDP tak kunjung disahkan. Padahal, urgensi peraturan khusus yang memberi perlindungan data pribadi sangat mendesak seiring tingginya pemanfaatan teknologi informasi.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, menjelaskan sampai dengan saat ini, Indonesia masih terus menghadapi persoalan ketidakpastian hukum perlindungan data, sebagai akibat sektoralisasi pengaturan perlindungan data. Studi ELSAM (2021) menemukan sedikitnya 48 legislasi terkait pemrosesan data pribadi, yang materinya cenderung overlapping satu dengan lainnya.

Dampaknya, berbagai insiden kebocoran data pribadi, yang melibatkan baik sektor publik maupun privat, terus berulang, tanpa penanganan yang memadai, dan akses pemulihan yang efektif bagi subjek datanya. Inisiasi penyusunan RUU Pelindungan Data Pribadi, dimulai oleh Kemenpan RB, sejak tahun 2006, merespon disahkannya UU Administrasi Kependudukan.

Baca Juga:

Kemudian proses penyusunannya dilanjutkan oleh Kominfo pada 2014, dan disepakati sebagai RUU inisiatif Presiden, yang diajukan ke DPR pada 2020. “Proses pembahasan yang berlangsung di DPR sejak 2020, berujung deadlock pada Juni 2021, akibat belum adanya kesepakatan terkait bentuk Otoritas PDP, dan untungnya masa sidang Juni 2022 proses pembahasan dimulai kembali. Harapannya bisa disahkan masa periode persidangan saat ini,” ungkap Wahyudi dalam Webinar Nasional Hukum “Pelindungan Data Pribadi”, Rabu (15/6).

Merujuk pada Resolusi Madrid 2009, Wahyudi menerangkan RUU PDP harus menjamin tersedianya beragam mekanisme penegakan, setidaknya beberapa diantaranya mampu diterapkan untuk memberikan sanksi bervariasi dari yang ringan hingga sangat tinggi. Kemudian, perlunya tindakan penegakan hukum yang proaktif dan sistemik, dengan keberadaan otoritas perlindungan data yang independen.

Kemudian RUU PDP juga menyediakan berbagai langkah yang mendukung kepatuhan, selain yang terkait dengan penanganan pelanggaran. Lalu, transparansi dalam penerapan sanksi dan kemampuan individu untuk menggunakan mekanisme penegakan hukum melalui pengadilan.

Wahyudi menjelaskan pentingnya pembentukan otoritas independen pelindungan data pribadi dalam penegakan hukum. Otoritas tersebut diperlukan untuk memberikan tingkat pelindungan yang lebih tinggi bagi subjek data. “Berdasarkan data, 80 persen dari 145 negara dunia yang hari ini punya UU Perlindungan Data Pribadi, mereka punya otoritas data pribadi yang independen,” ungkap Wahyudi.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Henny Marlyna, mengungkapkan perlunya otoritas independen untuk mengawasi pelindungan data pribadi yang digunakan pelaku usaha. Dia menjelaskan topik-topik yang dibutuhkan dalam UU Pelindungan Data Pribadi seperti jenis data, mekanisme pengumupulan, penggunaan, penyimpanan data.

“Di Indonesia karena belum ada pengaturan lebih khusus maka tidak ada keseragaman. Sehingga, konsumen cenderung mengabaikan pada privasi data ini. Saat ini bukan urgensi lagi, tapi emergensi karena ancaman terhadap data pribadi semakin meningkat. Perlu ada peraturan khsusu dan komprehensif perlindungan data pribadi. UU PDP ini bagian dari perlindungan konsumen dan juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen,” ungkap Henny.

Tags:

Berita Terkait