Usai Dipailitkan, Perusahaan Gugat PMH
Berita

Usai Dipailitkan, Perusahaan Gugat PMH

Gugatan ini terkait pelaksanaan lelang yang dinilai cacat hukum.

cr-13
Bacaan 2 Menit
Usai Dipailitkan, Perusahaan Gugat PMH
Hukumonline

Gagal di jalur peradilan kepailitan ternyata belum menjadi episode akhir bagi PT Hendratna Plywood. Melalui sang direktur utama, Noor Hendratno Muljatno, PT Hendratna justru merespon 'kegagalan' itu dengan melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum. Selain Hendratno, penggugat lainnya adalah Noorlina Widjaja, Mariani Muljatno. Suprapto Muljatno, Mariana Muljatno, dan Mariati Muljatno.

Yang disasar oleh Hendratno dkk bukanlah PT Ocean Global Shipping (PT OGS) dan PT Samudra Naga Global (PT SNG) yang menjadi pemohon dalam perkara kepailitan, tetapi PT Bank Permata, Kurator dan Pengurus Endang Srikarti Handayani, Direktorat Lelang pada Kementerian Keuangan, Kantor Wilayah VII Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV, dan PT Terminal Logistik Makmur Indonesia.

Dijelaskan dalam berkas gugatan yang diperoleh hukumonline, kapasitas Hendratno dalam perkara ini adalah sebagai pribadi sekaligus pemegang saham dan Direktur Utama PT Hendratna Plywood. Sementara, lima penggugat lainnya adalah pemilik dua bidang tanah di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang dilelang Bank Permata menindaklanjuti putusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta No. 16/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 7 April 2010.

Para penggugat menilai proses lelang terhadap dua bidang tanah yang masing-masing bersertifikat hak milik No. 24/Matuli dan 29/Mantuli cacat secara hukum pada objeknya. Para penggugat juga menyatakan terdapat kesalahan dalam menghitung nilai aset serta menentukan budel pailit.

Cacat dimaksud terlihat pada risalah lelang dimana disebutkan Akta Pemberian Hak Tanggugan (APHT) No.2/3/APHT/BSH/2002 tertanggal 9 Januari 2001 dan APHT No. 9/3/APHT/MTL/2002 tanggal 17 Januari 2002. Fakta sebenarnya adalah APHT No. 2/3/APHT/BSH/2001 dan APHT No. 9/3/APHT/MTL/2001.

Proses lelang atas dua bidang tanah itu sudah selesai. Pemenang lelang adalah PT Terminal Logistik Makmur Indonesia yang membeli properti tersebut sebesar Rp41,463 miliar pada 24 Juni 2010.

Disebutkan dalam berkas gugatan, para penggugat mempersoalkan tindakan Bank Permata yang dinilai telah mempersulit atau menghalang-halangi ketika Hendratno ingin mengetahui Laporan Appraisal. Para penggugat menuding telah terjadi rekayasa nilai aset karena hasilnya sangat jauh dari harga yang sebenarnya.

“Hasil laporan tersebut tidak layak. Penilaian harga limit yang ditetapkan hanya Rp41,450 miliar pada 2010. Sementara itu, pada tahun 2008 Moch Arief (kurator, red) menghitung sebesar RP218 miliar,” tutur Hakim Torong, Kuasa Hukum Hendratno, ditemui di Pengadilan Niaga Jakarta,Kamis pekan lalu (5/7).

Dikatakan Hakim, perbedaan nilai aset yang sangat jauh dan tidak masuk akal ini mengakibatkan Hendratna merugi Rp178,5 miliar. Menurut Hakim, penilaian aset yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2010 itu pun belum dihitung berdasarkan harga pasar yang sebenarnya. Pasalnya, Pelindo III Banjarmasin pernah menyatakan berminat membeli tanah sengketa tersebut sebesar Rp5 juta per meter persegidan total nilai aset jika dibeli sesuai harga pasar adalah Rp680 miliar.

Keterangan Ahli
Untuk memperkuat dalilnya terkait perbedaan nilai aset, dalam lanjutan persidangan Kamis pekan lalu (5/7), pihak penggugat menghadirkan Adler Haymans Manurung. Ahli investasi, pasar modal, keuangan dan perbankan itu menjelaskan bahwa perbedaan penilaian aset bisa terjadi karena adanya perbedaan waktu penilaian sehingga ada kemungkinan terjadi kenaikan atau penurunan penilaian. Salah satu faktor penurunan penilaian adalah penyusutan atas aset yang dinilai, tetapi penyusutan tersebut dapat dikompensasikan dengan nilai kenaikan aset lain, seperti tanah.

Dipaparkan lebih lanjut oleh Guru Besar Universitas Tarumanegara ini, perbedaan penilaian aset juga dapat terjadi karena faktor pendekatan yang digunakan dalam menilai aset itu. Menurut Adler, pendekatan penilaian dibagi menjadi tiga yaitu pendekatan biaya, pendekatan harga pasar, dan pendekatan likuidasi.

Dia berpendapat pendekatan yang seharusnya digunakan adalah pendekatan harga pasar. Harga harusnya ditentukan oleh penjual dan pembeli. Lelang pun juga tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori pasar. “Karena di dalam lelang terkadang ada persekongkolan harga. Jadi, tetap harus dilempar dulu ke market,” ujar Adler.

Selain itu, ditegaskan Adler, penilaian juga harus dilakukan bersama-sama dengan pemilik aset. Tujuannya, agar diperoleh persetujuan pemilik aset atas nilai yang diberikan penilai terhadap aset tersebut. Bila tidak, pemilik aset akan dirugikan.

Dimintai komentarnya, Kuasa Hukum Bank Permata, Maddenleo T Siagian menilai bahwa ahli yang dihadirkan penggugat kurang relevan dengan kasus ini. Pasalnya, ahli dianggap tidak memiliki kapasitas. “Kita mengakui kalau dia ahli dalam pasar modal, tetapi tidak untuk menentukan nilai aset,” jawabnya singkat.

Untuk diketahui, PT Hendratna Plywood dimohonkan pailit PT OGS dan PT SNG. Permohonan diajukan karena perusahaan yang bergerak di bidang kayu lapis ini memiliki utang yang telah jatuh tempo senilai AS$20.300 pada PT OGS dan AS$ 2.870 kepada PT SNG. Utang ini timbul untuk membiayai angkutan kiriman barang dari Banjarmasin ke Felixstowe, Inggris.

Tags: