Utak Atik Nama di Balik Mutasi Hakim
Fokus

Utak Atik Nama di Balik Mutasi Hakim

Kabar bahwa Asep Iwan Iriawan akan benar-benar mundur dari lembaga peradilan terbantahkan sudah. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang dinilai banyak kalangan relatif bersih itu ditarik ke Mahkamah Agung (MA).

MYs/Nay
Bacaan 2 Menit

 

Kejanggalan lain yang juga mengundang tanda tanya adalah cara  penyampaian SK mutasi. Ada SK yang diantar langsung kepada hakim bersangkutan. Tapi ada juga hakim yang disuruh mengambil sendiri ke Departmen di Jl. Rasuna Said.

 

Belum lagi ketidakjelasan parameter yang digunakan untuk memindahkan seorang hakim, dan mempertahankan hakim lain. Seorang hakim menyebut bertahannya Heri Swantoro di PN Jakarta Pusat. Padahal, Heri beberapa kali mengeluarkan putusan kontroversial.

 

Dari S-3 hingga Tim-11

Urusan mutasi dan promosi hakim memang tidak seperti membalik telapak tangan. Lewat SK No. M.01-PR.07.10 Tahun 2001, Menteri Kehakiman & HAM sampai merasa perlu membentuk Sub Bagian Mutasi di Ditjen Badilumtun. Sudah pasti, bagian inilah yang bertugas mengurusi soal mutasi, kepangkatan dan penggajian hakim.

 

Selama ini proses penggodokan mutasi sangat tertutup. Akibatnya, tidak diketahui pasti kenapa nama hakim A muncul tiba-tiba, atau nama hakim B dibuang ke daerah 'kering'. Mengutak atik mutasi sama halnya menebak sebuah misteri.

 

Sahlan Said, hakim PN Yogyakarta, punya jawaban untuk itu. Dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu, Sahlan menyebut S-3 sebagai kuncinya. Di kalangan hakim, istilah S-3 sudah bukan barang baru lagi. Tentu, maksudnya bukan pascasarjana doktoral, melainkan singkatan dari Sowan, Sungkem, dan Sajen.

 

Kalau ingin promosi atau pindah ke tempat 'basah', seorang hakim harus mendatangi (sowan) ke pejabat yang menentukan mutasi di Jakarta. Lantas, ia harus menyembah (sungkem) sembari meminta apa dan kemana yang dia inginkan. Jangan pula lupa membawa setoran (sesajen) jika ingin permintaan dikabulkan.

 

Masih cerita Sahlan, kalau ada pejabat Departemen atau MA (Mahdep) berkunjung ke daerah, hakim setempat akan berlomba-lomba memberi fasilitas memuaskan kepada pejabat Jakarta tersebut. Mulai urusan tinggal di hotel hingga mobil antar jemput. "Mereka (pejabat Jakarta--red) seperti ndoro kanjeng, dan hakim seperti abdi dalem," ujar Sahlan bertamsil.

Halaman Selanjutnya:
Tags: