Vonis Mati Herry Wirawan Mesti Jadi Yurisprudensi Kasus Kekerasan Seksual Anak
Terbaru

Vonis Mati Herry Wirawan Mesti Jadi Yurisprudensi Kasus Kekerasan Seksual Anak

Putusan kasasi memberi pesan, hukuman mati menanti bagi siapa saja yang masih berani melakukan kekerasan seksual kepada anak atau predator anak. Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman tak perlu ragu memberi hukuman berat terhadap pelaku kekerasan seksual anak.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Dia menilai kekerasan seksual terhadap anak setara dengan kejahatan peredaran narkoba, korupsi dan terorisme dengan hukuman maksimal seumur hidup atau pidana mati. “Sekali lagi, saya berharap, aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan dan kehakiman atau pengadilan di Indonesia meniru model penanganan kasus ini dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak,” katanya.

Terpisah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menghormati putusan kasasi tersebut. Setidaknya melalui putusan kasasi dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan setiap orang yang hendak melakukan kekerasan seksual. Termasuk sekaligus memberikan perhatian penuh pada kebutuhan para korban.

“Putusan itu diharapkan menjadi tonggak terhadap penegakan hukum pidana yang maksimal dan adil berdasarkan UU terhadap setiap pelaku kekerasan seksual sekaligus menunjukkan ketegasan institusi penegak hukum dalam memberantas tindak pidana kekerasan seksual,” ujarnya.

Menurutnya, kasus tersebut sedari awal menjadi perhatian serius KemenPPPA dengan mencermati dan mengawal proses hukumnya.  Dia menegaskan pemerintah terus berjuang untuk menekan terjadinya segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual. Bahkan, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi salah satu program prioritas KemenPPPA periode 2020 - 2024. 

Bintang Puspayoga melanjutkan pemerintah terus memperkuat fundamental pencegahan kekerasan seksual. Antara lain dengan terbitnya UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dalam UU TPKS menegaskan kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap martabat manusia dan pelanggaran atas hak asasi manusia yang harus dihapus. 

“Saya tegaskan kembali, tidak ada kasus kekerasan seksual yang dapat ditoleransi dan siapapun pelakunya, hukum harus ditegakkan dan diproses dengan peraturan yang sesuai. Tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual dalam bentuk apapun itu,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, pada 4 April 2021 menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Herry Wirawan dinilai terbukti melakukan kejahatan sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan (5) juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Tak puas dengan putusan tingkat banding, Herry mengajukan upaya hukum kasasi dengan nomor perkara 5642K/PID.SUS/2022 berlangsung selama 69 hari, sejak diajukan ke MA pada 24 Agustus 2022 dan diputuskan pada 8 Desember 2022 lalu.  MA dalam putusan kasasi menguatkan putusan tingkat sebelumnya. Dengan demikian vonis mati yang diberikan tingkat banding terhadap Herry Wirawan menjadi berkekuatan hukum tetap. Selain itu, Herry masih diharuskan membayar restitusi sebesar Rp 331.527.186 dan hasil rampasan harta kekayaan untuk kebutuhan biaya pendidikan dan kelangsungan hidup anak korban dan bayinya.

Tags:

Berita Terkait