Wapres: Saat Ini Momentum Percepatan Reformasi Polri
Terbaru

Wapres: Saat Ini Momentum Percepatan Reformasi Polri

Untuk mengembalikan dan memperkuat kepercayaan publik membutuhkan profesionalisme dan integritas yang dibangun dari internal Polri.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Berbagai kasus yang terjadi di institusi Polri dinilai menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga tribrata itu. Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin, mengatakan sekarang momentum yang baik untuk melakukan percepatan reformasi di tubuh Polri. Hal itu sebagai bentuk ikhtiar untuk menghadirkan pelayanan terbaik dan meningkatkan kepercayaan publik.

“Mengembalikan dan memperkuat kepercayaan publik menuntut profesionalisme dan integritas yang dibangun dari internal institusi Polri. Profesionalisme dan integritas harus ditanamkan sejak proses rekrutmen anggota Kepolisian,” ungkap Wapres sebagaimana dikutip laman wapresri.go.id, Rabu (21/9/2022) lalu.

Wapres menuturkan profesionalisme dan integritas tersebut harus tercermin dalam perilaku seluruh jajaran Polri, termasuk dalam menangani kasus secara efektif dan bebas dari penyimpangan. Dengan demikian, teladan yang baik sangat diperlukan mulai dari jajaran pimpinan tinggi hingga pelaksana.

“Dalam konteks reformasi internal ini, peran pimpinan Polri sangat penting sebagai penentu visi profesionalisme Polri, sekaligus sebagai teladan yang memberikan contoh dan semangat kepada jajaran kepolisian di seluruh Indonesia,” imbau Wapres.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Moh. Mahfud MD menilai reformasi kultural di tubuh Polri berjalan stagnan dan terkesan mundur. Polisi ke depan harus memiliki sikap profesional, humanis, dan menghormati HAM.

“Perlu ada perubahan kultur di tubuh Polri. Moralitas anggota Polri perlu diubah, terutama terkait hedonisme dan tindak kesewenang-wenangan yang kerap ditunjukkan,” tegas Mahfud.

Sekalipun Polri memiliki aturan yang baik, Mahfud menegaskan akan percuma jika tidak sejalan dengan kultur dan kebiasaan aparatnya. “Jangan ada arogansi dalam menyikapi masalah hukum di masyarakat. Aparat polri kan ribuan, tapi dinodai oleh satu kasus. Satker polri sampai ke desa-desa di Indonesia. Satu saja yang nakal akan merusak seluruhnya. Karena itu harus dibersihkan,” imbuhnya.

Selain itu Mahfud mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Kapolri saat terjadi kasus Sambo. Ia mengatakan hingga Juni 2022 persepsi publik tentang Polri selalu bagus, diatas penegak hukum lainnya. Setelah kasus Sambo, persepsi publik sempat turun, namun Kapolri bertindak memerintahkan jajarannya untuk bertindak tegas.

Mahfud menekankan reformasi kultural di tubuh polri harus dilakukan dengan penguatan kompetensi teknis, leadership, dan etik. Jika ketiga hal tersebut dapat berjalan maka presisi akan jalan. “Presisi juga akan optimal jika fungsi pengawasan berjalan dengan baik dari internal dan eksternal,” paparnya.

Amnesty International Indonesia sebelumnya telah menyerukan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi momen penguatan akuntabilitas Polri. Tercatat periode 2018-2022 ada 38 kasus pembunuhan di luar hukum yang ditengarai dilakukan oleh aparat kepolisian atau aparat gabungan TNI/Polri di Papua.

Dari puluhan kasus itu hanya segelintir yang hasil investigasinya dibuka kepada publik, apalagi yang berlanjut sampai pengadilan. Amnesty International juga mencatat dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh kepolisian. Misalnya, dalam rangkaian demonstrasi tolak Omnibus Law pada bulan Oktober 2020, terjadi sedikitnya 402 kasus kekerasan polisi di 15 provinsi.

Tags:

Berita Terkait