WNA Jepang Jadi Tersangka KPK
Utama

WNA Jepang Jadi Tersangka KPK

Diduga menyuap Hakim Pengadilan Hubungan Industrial, Bandung yang kasusnya sudah tuntas di Pengadilan TIpikor Bandung.

Fathan qorib
Bacaan 2 Menit
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan warga negara Jepang sebagai tersangka. Foto: Sgp
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan warga negara Jepang sebagai tersangka. Foto: Sgp

Akhirnya, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Onamba Indonesia, Shiokana Toshio sebagai tersangka. Menurut KPK, warga negara Jepang itu diduga telah menyuap Hakim Adhoc Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Imas Dianasari. Ini kali pertama KPK menetapkan tersangka pada WNA sejak lembaga yang kini dipimpin Abraham Samad itu berdiri pada 2003.

Sebelumnya, KPK belum pernah menetapkan WNA sebagai tersangka. Pada era pimpinan KPK jilid pertama, KPK sempat menangani perkara penyuapan dari PT Monsanto, namun WNA asal Amerika Serikat yang santer disebut menyuap tak dijadikan tersangka. Era jilid kedua, KPK juga sempat menangani suap hibah kereta api dari Jepang, WNA asal Jepang pun luput jadi tersangka.

Begitu pula dengan laporan dugaan penyuapan terkait impor bahan timbal untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), yang sudah diakui dalam putusan sela oleh pengadilan di Inggris, KPK jilid kedua tak pernah melanjutkan.

“KPK beberapa hari lalu sudah melengkapkan berkas dan menetapkan tersangka ST (Shiokana Toshio) dengan dugaan melakukan penyuapan terhadap hakim,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Senin (23/4).

Shiokana disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Johan menguraikan, penetapan tersangka terhadap Shiokana merupakan pengembangan penyidikan atas perkara yang melilit Imas dan Manager Human Resource Department (HRD) PT Onamba Indonesia, Odih Juanda. Pada hari ini, KPK tengah memeriksa Dewi Fitriah, Accounting System Section PT Onamba Indonesia sebagai saksi untuk tersangka Shiokana.

Dalam perkara ini, KPK juga telah menyeret Hakim Imas dan Odih ke bui. Di Pengadilan Tipikor Bandung, Hakim Imas divonis bersalah menerima suap dari PT Onamba dengan maksud memenangkan gugatan perusahaan tersebut di Pengadilan Hubungan Industrial kepada karyawannya yang mogok kerja.

Hakim Imas divonis enam tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp325 juta saat menangani perkara PT Onamba melawan serikat pekerja. Sedangkan Odih sendiri divonis empat tahun penjara. Imas dan Odih sama-sama tertangkap tangan oleh penyidik KPK pada akhir Juni tahun lalu.

Dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Imas dan Odih, KPK menuturkan rangkaian perkara suap menyuap itu. Yakni, pada 8 Oktober 2010 lalu, Imas bersama Plt Panitera Muda PHI Bandung, Ike Wijayanto bertemu dengan Odih di Rumah Makan Cibiuk, Bandung. Pada pertemuan itu, dibicarakan mengenai rencana PT Onamba menggugat karyawannya terkait pemutusan hubungan kerja akibat mogok. Odih pun meminta Imas untuk memenangkan gugatan.

Lalu pada 18 Oktober 2010, Odih yang didampingi Kepala Departemen Produksi Onamba, Teuku Darmawan, bertemu dengan Ike di tempat sama. Mereka membicarakan imbalan pada majelis hakim yaitu Rp1 juta per karyawan yang akan digugat. Imas melalui telepon meminta Odih menjadi kuasa Onamba.

Odih selaku kuasa Onamba mendaftarkan gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor 187/G/2010/PHI/PN.Bdg. Ketua PHI lalu mengeluarkan penetapan perkara itu ditangani majelis hakim Agus Suwargi sebagai ketua didampingi dua hakim adhoc, Toni Suryana dan Imas Dianasari. Lalu, Imas mengatakan pada dua rekannya pihak Onamba ingin menang gugatan dan sudah disiapkan dana.

Selagi gugatan bergulir di pengadilan, pada Februari 2011, Imas menemui Odih di Rumah Makan Cibiuk. Imas sampaikan Onamba akan menang jika menyediakan Rp325 juta. Seperti biasa, Odih hanya menyatakan perlu persetujuan Shiokawa lalu menyerahkan Rp200 ribu pada Imas sebagai dana konsultasi.

Permintaan Imas disanggupi Shiokawa. Syaratnya, penyerahan dilakukan dalam tiga tahap yaitu Rp100 juta untuk tahap pertama dan jumlah sama pada tahap berikutnya. Penyerahan terakhir sebesar Rp152 juta. Odih juga menyanggupi permintaan Imas untuk membayar tagihan penginapan di Hotel Mercure Convention Center Ancol Jakarta pada tanggal 2-4 Februari 2011 sebesar Rp4,336 juta.

Penyerahan pertama, Rp100 juta pada 22 Februari 2011, diberikan Odih di mobil Imas di halaman parkir Rumah Makan/Café La Ponyo digunakan untuk kepentingan pribadi hakim adhoc PHI itu. Kemudian, 1 Maret 2011, Imas kembali menerima Rp100 juta dari Odih di dalam mobilnya di café sama. Lalu, Imas bagikan pada anggota majelis hakim lain, Toni Suryana senilai Rp25 juta, sisanya terdakwa simpan sendiri.

Pada 15 Maret 2011, Odih menyerahkan sisa komitmen sejumlah Rp152 juta di dalam mobil Imas di café yang sama. Diakui Imas, Rp30 juta diberikan pada Toni Suryana, lalu jumlah sama pada Agus Suwargi. Lalu, Rp45 juta diberikan pada Ike dan Toto Santosa sebesar Rp5 juta sebagai panitera pengganti PN Bandung. Sisanya, dikantongi Imas.

Pemberian itu akhirnya berujung pada dimenangkannya gugatan Onamba melalui putusan majelis, 1 April 2011. Amar putusannya, sesuai dengan permintaan Odih yaitu mengabulkan gugatan Onamba untuk seluruhnya.

Tags: